Persiapan Kesiapsiagaan Bencana di Jawa Barat
Pemerintah Provinsi Jawa Barat, bekerja sama dengan TNI dan Polri, mengadakan Apel Siaga Kesiapsiagaan Bencana untuk menghadapi potensi bencana alam yang diprediksi akan meningkat. Dalam apel tersebut, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengumumkan beberapa inisiatif strategis, termasuk pengadaan ambulans berkemampuan off-road, rumah sakit terapung, dan pembelian radar cuaca yang akan dioperasikan pada 2026.
Dedi menyatakan bahwa apel siaga ini penting untuk mengidentifikasi kekurangan peralatan yang dimiliki. Berkaca dari pengalaman bencana sebelumnya, seperti di Sukabumi, ia menyoroti sulitnya transportasi menembus lokasi bencana akibat infrastruktur yang hancur. “Saya sampaikan tadi kekurangannya, misalnya pada daerah yang terjadi bencana, jalan biasanya hancur. Waktu itu di Sukabumi saya berinisiatif ngumpulin off-roader untuk segera bisa menuju lokasi,” ujar Dedi dalam arahannya di Apel Siaga Tanggap Bencana Polda Jabar Tahun 2025 di depan Lapangan Gazebo Jalan Diponegoro, Kota Bandung Rabu 5 November 2025.
Inisiatif Strategis untuk Kesiapan Bencana
Dedi telah menginstruksikan Dinas Kesehatan untuk menyiapkan ambulans dengan kelengkapan medikal dengan kualifikasi off-road. Selain itu, ia juga meminta penyiapan fasilitas kesehatan di wilayah perairan. “Siapkan juga rumah sakit terapung, siapkan untuk wilayah utara dan wilayah selatan. Tahap pertama bisa empat rumah sakit terapung, empat perahu ambulans,” katanya.
Selain kesiapan alat, Dedi juga menekankan kesiapan anggaran. Menurutnya, Pemda harus menyiapkan dana tanggap darurat yang siap sedia setiap saat. “Karena bencana gak pernah pilih kalender,” tuturnya.
Menindaklanjuti saran Kapolda Jabar, Dedi menyetujui pembentukan call center terpadu di Gedung Sate yang mengintegrasikan TNI, Polri, Basarnas, BMKG, dan dinas terkait. “Selain itu, kami akan menyiapkan seluruh komponen jaringan kesiapsiagaan di 5 kantor gubernur wilayah (Bogor, Garut, Purwakarta, Cirebon, dan Bandung),” katanya.
Komando Wilayah sebagai Antisipasi
Ia menambahkan, pembentukan komando wilayah ini juga dirancang sebagai langkah antisipasi pergerakan Sesar Lembang. “Dari analisis akademik, yang paling aman komandonya di Cirebon, agak aman sedikit Purwakarta,” tuturnya.
Dedi juga menyoroti dilema antara pembangunan dan mitigasi bencana, khususnya terkait aktivitas penambangan. Ia pun bersikap hati-hati dalam membaca gejala penambangan yang berpotensi menimbulkan bencana.
Sistem Peringatan Dini yang Lebih Kuat
Untuk memperkuat sistem peringatan dini, Pemprov Jabar akan membeli radar cuaca di 2026. “Selama ini enggak punya radar ternyata Pemda Jabar. Nanti dibiayai Pemprov Jabar dan tim teknisnya dari BMKG,” katanya.
Dedi juga menuntut pemerintah pusat segera membayar Dana Bagi Hasil (DBH) pajak tahun anggaran 2024 yang hingga kini masih tertahan. Dia menyebut, dana sebesar Rp 190 miliar lebih itu sangat vital untuk mendukung penanganan bencana di Jawa Barat.
Penanganan Darurat Bencana Tanpa Batasan Kewenangan
Dedi menegaskan tak akan ragu menerobos batasan kewenangan instansi lain dalam penanganan darurat bencana. Ia meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk tidak mempersalahkan langkahnya jika mengambil alih tugas yang semestinya jadi wewenang lembaga pusat seperti Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) atau Perum Jasa Tirta (PJT).
Respons Cepat dalam Penanganan Bencana
Kapolda Jabar Inspektur Jenderal Rudi Setiawan melaporkan telah terjadi sekitar 1.500 bencana di Jabar sejak Januari 2025, dengan 25 kejadian di antaranya terjadi bulan November. “Oleh sebab itu kita perlu serius dan terlihat dari beberapa kebijakan Bapak Gubernur dan kesiapan semua teman-teman di Jabar ini siap untuk menyelamatkan manusia,” katanya.
Apel siaga bencana juga digelar Polres Cimahi bersama jajaran Forkopimda di Mapolres Cimahi Jalan Jend. Amir Machmud Kota Cimahi, Rabu 5 November 2025. Kapolres Cimahi Ajun Komisaris Besar Niko N. Adi Putra menekankan pentingnya respons cepat terhadap kejadian bencana. “Apalagi bulan-bulan ini curah hujan tinggi banyak memicu bencana hidrometeorologi. Sudah banyak korban, baik korban jiwa, korban yang mengungsi. Golden time atau respons cepat sesaat setelah kejadian bencana itu penting untuk mengurangi fatalitas kerugian fisik maupun materi yang terjadi terhadap korban,” katanya.
Wakil Wali Kota Cimahi Adhitia Yudhistira menambahkan, sepanjang 2025 kejadian bencana di Indonesia lebih dari 2.600. “Di Cimahi, mayoritas bencana yang terjadi terutama bencana geohidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan bangunan roboh. Hal itu menjadi perhatian,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan