bernasnews — Indonesia berpotensi pecah menjadi beberapa negara. Demikian dikemukakan Profesor Dr. Ir. Djagal Wiseso Marseno, M.Agr., dalam Kegiatan Sosialisasi Budaya Baca dan Literasi, Kuliah Keistimewaan Yogyakarta tahap ke-3, yang dilaksanakan secara kolaboratif antara Kampus , Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah, DIY dan berbagai stakeholder, bertempat di Auditorium Kemarijani Soenjoto, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta, Kamis, (28/11/2024).
Pada kesempatan itu ada beberapa narasumber diantaranya RB. Dwi Wahyu., S.PD.,M.SI, (anggota DPRD DIY, Komisi D.)., Dr. Haryadi Baskoro,M.Hum (Penulis)., Prof. Dr. Ir. Djagal Wiseno Marseno, M.Agr, (Guru Besar Fak. Teknologi Pertanian UGM dan Ketua Forhanas). Dengan Moderator, Dr.Sri Ratna Sakti Mulya, M.Hum, Kepala Pusat Studi Kebudayaan UGM.
Juga hadir dalam acara tersebut Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY., Wakil Dekan Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Staf Ahli Gubernur DIY, para Guru Besar UGM ,staf dan Akademisi UGM., Tazbir Abdullah, mantan Kepala Badan Pariwisata DIY dan Staf Ahli Menteri Parekraf RI., serta dari Perwakilan Anggota DPD IWO Indonesia Sleman.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah dalam sambutannya menuturkan posisi kampus sebagai tempat yang strategis di mana mahasiswa atau generasi mudanya yang banyak dan berasal dari mahasiswa dari luar DIY. Bahkan dari daerah-daerah di seluruh Indonesia menyelesaikan studi lanjut di Yogyakarta.
“Hal ini merupakan momentum yang sangat menarik untuk melakukan bedah buku tentang Keistimewaan Yogyakarta,” kata dia.
Haryadi Baskoro sebagai penulis buku Kuliah Keistimewaan Yogya dalam pemaparannya mengungkapkan, bahwa Kuliah Keistimewaan Yogya dimaksudkan untuk memantik kegiatan belajar-mengajar tentang Keistimewaan DIY di kampus dan mendorong para akademisi berkolaborasi untuk menciptakan bahan ajar yang holistik.
“Saya berharap setelah mengikuti Kuliah Keistimewaan Yogya, mahasiswa mampu dan cakap memahami sejarah dan konsep Keistimewaan DIY, serta mempraktekan nilai-nila Keistimewaan DIY, dan aktif berpartisipasi dalam pembangunan di Daerah Istimewa Yogyakarta,” ujar Haryadi.
Sementara itu, Prof .Dr. Ir. Djagal Marseno Wiseso,M.Agr, dengan makalah berjudul “Keistimewaan dan Ketahanan Nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia” mengatakan bahwa menurut analisis para pakar Internasional, Indonesia berpotensi pecah menjadi 8 negara.
Menurut Prof Djagal, sejak tahun 2005 Index kerapuhan Indonesia sebagai negara, berada pada posisi 80 dari 179 negara, atau berada pada posisi warna kuning (warning), apabila tidak ada perbaikan, akan cenderung menjadi merah dan berakibat terjadi perang saudara berkepanjangan dan berpotensi pecah menjadi beberapa negara.
“Maka diperlukan perubahan cara pandang kolektif yang sama, agar Indonesia menjadi negara yang maju dan kuat dalam mewujudkan cita-cita nasional menjadi negara yang merdeka. bersatu, berdaulat adil dan makmur,” tegas dia.
Lebih lanjut mantan Deputi Pengkajian Strategis Lemhanas RI ini menjelaskan “Index Ketahanan Nasional Indonesia”, ketahanan nasional masih ke arah kurang tangguh. Gatra Idiologi Indonesia kurang tangguh. Pancasila masih dipersoalkan dan sering dibenturkan dengan agama. Gatra sosial Budaya Indonesia kurang tangguh sering terjadi Intoleransi, korupsi.
Kondisi Wawasan Keistimewaan yang diharapkan adalah warga Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki konsistensi dan keteguhan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai Keistimewaan dan prinsip sebagai warga DIY dan NKRI.
“Memiliki pola pikir, pola sikap dan pola tindak berdasarkan nilai-nilai Keistimewaan DIY dan NKRI, bila dilakukan maka gerakan disintegrasi bangsa akan menurun, Intoleransi melemah, benturan agama dan Pancasila akan menurun, kerapuhan negara menjadi warna hijau, ketahanan Idiologi akan berwarna hujau, ketahanan sosial budaya akan menjadi warna hijau,” beber Prof. Djagal
“Diperlukan upaya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman bersama stakeholder terkait melakukan penguatan intelijen, regulasi dan policy, kelembagaan, Content Method of Delivery, Sanksi, Anggaran dan Infrastruktur,” tandasnya. (nun)