bernasnews – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (FISIPOL UGM) kembali menggelar Research Week 2024.
Acara ini merupakan pekan diseminasi tahunan yang menampilkan puluhan karya riset mahasiswa dan dosen dalam Research Week 2024, pada 11-15 November 2024.
Dekan Fisipol UGM, Wawan Mas’udi mengatakan setidaknya lebih dari 70 karya riset dari para peneliti baik dosen maupun mahasiswa serta peneliti dari berbagai pusat kajian Fisipol UGM di pajang di pameran tersebut.
Dia menjelaskan, Research Week memfokuskan riset pada isu-isu yang disebut sebagai isu megashift. Isu tersebut yakni pertama, engenai sustainability dan perubahan iklim.
Kedua, isu yang berkaitan dengan transformasi digital. Ketiga, isu-isu yang berhubungan dengan inklusi sosial. Dipilihnya topik-topik tersebut karena beberapa pertimbangan termasuk soal perubahan iklim dan transisi energi di dalamnya yang bukan hanya menjadi isu nasional tetapi sudah menjadi isu global.
“Saya kira penting keilmuan di segala bidang, termasuk keilmuan ilmu sosial dan politik untuk memfokuskan pada dimensi-dimensi yang berkaitan dengan perubahan iklim. Mainstreaming perubahan iklim ini sangat penting. Kedua, mengenai transformasi digital, kita perlu melihat bukan hanya perkembangan teknisnya, tetapi bagaimana transformasi digital dapat menjadi leverage untuk pembangunan sosial dan ekonomi, termasuk untuk menyetarakan akses antar warga,” katanya di Fisipol UGM, Senin (11/11/2024).
“Mindset perubahan iklim itu penting dipahami. Kita memfokuskan dimensi keilmuan pada aspek-aspek yang terkait dengan perubahan iklim,” lanjutnya.
Wawan menjelaskan penelitian-penelitian ini selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Di dalam topik-topik itu, tercakup juga tema-tema perubahan sosial, penguatan demokrasi dan partisipasi warga negara.
Topik-topik itu, kata dia mencerminkan bagaimana komitmen FISIPOL UGM untuk berkontribusi pada upaya pencapaian SDGs dengan menyediakan solusi berbasis riset yang relevan dan bermanfaat bagi masyarakat.
Selain itu, menurut Wawan, perubahan iklim bukan lagi isu yang semata-mata nasional, melainkan isu global yang membutuhkan sinergi multidisiplin, termasuk ilmu sosial dan politik, sehingga penting adanya transformasi digital yang tidak hanya soal kemajuan teknis, tetapi lebih dari itu, bagaimana transformasi digital dapat menjadi instrumen untuk mencapai kesetaraan sosial.
“Transformasi digital bukan hanya soal teknis. Ini juga soal bagaimana kita bisa menyetarakan akses dan kesempatan bagi masyarakat,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Wawan, dari sisi akademik pihaknya ingin membangun kultur akademik yang kuat. Maka, penting baginya untuk mendiseminasikan hasil riset kepada warga kampus dan publik secara umum, baik yang dilakukan mahasiswa, S2, S3, maupun para peneliti doktor.
Saat disinggung rekomendasi untuk pemerintahan Prabowo Subianto yang belum genap 100 hari, kata Wawan, Research Week ini tidak terbatas hanya pada pemerintahan baru saja, tetapi semua pihak yang relevan.
Sebab isu-isu ini juga dapat dimanfaatkan oleh pemerintah pusat, daerah, komunitas global, bisnis dan masyarakat sipil karena banyak aspek yang harus dipertimbangkan, mulai dari transisi energi hingga perubahan lahan.
Adaptasi perubahan iklim ini harus memperhatikan masyarakat agar tidak tersingkir, tetapi justru menjadi bagian penting dari perubahan tersebut. Regulasi-regulasi yang berhubungan dengan ini juga perlu ditinjau kembali.
“Untuk perubahan iklim misalnya, Indonesia terikat untuk beradaptasi dan memperkuat transisi energi serta menjaga lingkungan, termasuk hutan dan kawasan kritis lainnya. Selain itu, green economy dan blue economy menjadi elemen penting yang perlu diangkat,” tandasnya. (lan)