bernasnews – Dinamika kehidupan, khususnya di sekolah, tidak kalah serunya dibanding di dalam keluarga dan lingkungan masyarakat. Setidaknya, keseruan itu terjadi pada kegiatan rutin harian antar dan jemput siswa.
Persiapan berangkat dan pulang sekolah setiap hari, kecuali libur, melibatkan banyak person. Mulai dari siswa bersangkutan, keluarga, sampai para pihak yang membantu urusan bekal makan dan transportasi. Di luar itu, ada siswa yang berangkat dan pulang sendiri alias tidak diantar karena sesuatu dan lain hal. Tentu ini menjadi perjuangan tersendiri. Apalagi kalau medannya melalui sungai atau hutan.
Apa pun dinamikanya, yang penting para peserta didik sebagai generasi penerus bangsa harus semangat dalam menuntut ilmu demi masa depan mereka dan pelestarian peradaban.
Penulis pribadi memiliki pengalaman yang berulang. Ketika masih di pendidikan TK dan SD, sempat diantar jemput keluarga. Dalam hal ini oleh kakek, karena penulis tinggal bersama kakek nenek ketika kecil.
Ketika sudah punya dua anak puteri, sampai pendidikan menengah atas, penulis sering antar jemput mereka. Bahkan ketika sudah memiliki tiga cucu di kota yang berbeda, penulis sesekali antar jemput saat berkunjung ke kota mereka. Ini sungguh mengasyikkan, punya pengalaman antar jemput diri sendiri maupun anak cucu.
Pada minggu kedua November 2024, penulis, isteri dan anak kedua berkesempatan antar jemput cucu di sebuah sekolah dasar di Bekasi. Sebelumnya, penulis melakukan hal yang sama di keluarga anak sulung di Demak.
Pagi itu hari Selasa, cucu ketiga yang kelas 4 SD, berseragam pramuka. Hari lain, Senin baju merah putih, Rabu baju daerah dari Sabang sampai Merauke, Kamis baju kotak-kotak hijau, Jumat baju batik, sedangkan Sabtu dan Minggu libur.
Untuk ukuran anak kecil, beban tas sekolahnya cukup berat. Itu saja, setiap hari rata-rata hanya tiga sampai empat mata pelajaran. Dapat dibayangkan kalau lebih. Si cucu belajar di sekolah dari pukul 07.00 sampai pukul 12.10. Kalau ada les, pulang pukul 13.30. Ibunya selalu memberi bekal makan dan minum. Tidak memberi bekal uang. Di sekolah tidak ada kantin dan istirahat hanya satu kali.
Hal menarik yang penulis lihat, ada pembatasan untuk antar jemput siswa. Dua guru di depan pintu gerbang berdiri menyambut ramah kedatangan siswa. Para siswa menyalami guru mereka sambil mengucapkan selamat pagi.
Di depan papan nama sekolah ada spanduk bertuliskan imbauan begini : Area parkir bebas asap rokok, Tinggalkan area parkir setelah antar/jemput, Buanglah sampah pada tempatnya, Berpakaian sopan dan rapi, Antar/jemput tepat waktu.
Di kanan bawah spanduk, ada tulisan : SD Santo Yusup : Disiplin, Jujur, Kreatif.
Jelaslah bahwa tulisan (imbauan) pertama ditujukan kepada orang lain, dalam hal ini orangtua pengantar/penjemput siswa. Sedangkan tulisan kedua, ditujukan kepada para peserta didik sebagai spirit sekolah.
Dari sisi narasi tulisan, bagi seorang penulis, tidak ada kata tanpa makna. Jadi, kalimat-kalimat info, imbauan, dan spirit sekolah itu adalah pembelajaran bagi siapa saja (pembaca) yang mau belajar. Bahwa belajar itu (ternyata atau seharusnya) tidak hanya di dalam namun juga di luar kelas/sekolah. Bahwa setelah belajar formal, setiap orang harus siap belajar di “universitas kehidupan”.
Melalui tulisan di spanduk SD Santo Yusup Bekasi itu kita dapat belajar menjadi pribadi yang berkarakter baik : disiplin, jujur dan kreatif.
Berbekal tiga hal mendasar itu — disamping hal lain — kita berharap generasi penerus kita dapat lebih baik dan kompetitif. Kita hormat kepada para pendidik di mana pun berbakti dan sayang kepada para siswa didik. (Anto Margono, Pegiat Literasi).