Ungkap Bentuk dan Fungsi Kujang, Komunitas Tosan Aji “Lar Gangsir” Gelar Sarasehan Gaman Pasundan

Sebagian peserta Saresehan Gaman Pasundan yang digelar oleh Komunitas Tosan Aji Lar Gangsing berfoto bersama nara sumber. (Tedy Kartyadi/ bernasnews)

bernasnews — Keris Indonesia telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda dan menjadi salah satu sebagai identitas bangsa. Bicara tentang keris atau pemahaman umum yang cakupannya lebih luas lagi yaitu tosan aji, secara terminologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)  berarti besi aji.

Oleh karena itu, Perkumpulan Tosan Aji Lar Gangsir kembali menyelenggarakan Sarasehan Gaman (Pusaka) Pasundan, dengan tajuk “Retrospeksi Merekam Jejak Gaman Pasundan – Konsepsi Gaman Pasundan”, bertempat di Grha Keris, Jalan Gamelan Kidul, Panembahan, Kraton, Yogyakarta, Minggu (3/11/2024).

Kegiatan ini dihadiri oleh belasan peserta yang merupakan pemerhati, pecinta dan kolektor tosan aji, dari Jogja dan Klaten, Jawa Tengah. Menghadirkan nara sumber Winorman Akbar didampingi oleh Taufik dari Komunitas Lar Gangsir, dan sebagai Moderator Putut Arvanto.

Taufik mengemukakan, bahwa saresehan gaman atau pusaka Pasundan ini merupakan awal yang baik karena bilah-bilah keris atau tosan aji dari wilayah kulon (barat) ini sangat banyak hanya saja masih jarang dieksplorasi dan belum ada penjelasan yang optimal.

Menurutnya, banyak hal yang belum diketahui oleh kita sebagai orang wetan (timur) atau Mataram bagaimana saudara-saudara kita dari Pasundan dalam mengelola pusaka selama ini. “Meskipun kita telah banyak mendapat informasi tentang hal itu (pusaka) namun belum pernah mendapatkan langsung dari penutur aslinya dari Pasundan. Pasalnya ada bahasa-bahasa tertentu,” ujar Taufik.

Narasumber saat menuturkan pusaka Kujang yang bentuknya sangat specifik. (Tedy Kartyadi/ bernasnews)

Sementara itu, Winorman Akbar atau sering disapa Abeng ini dalam pemaparannya menjelaskan, bahwa saresehan tentang gaman (pusaka) Pasundan ini menjadikan pengalaman tersendiri karena di Jawa Barat sendiri masih sangat jarang ada ruang untuk pembahasan pusaka semacam ini.

“Tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan tosan aji atau gaman sampai saat ini tida terlepas dari sejarah leluhur masa lalu. Seperti ungkapan dalam bahasa Sunda yang artinya ada yang dahulu tentu ada yang sekarang, tanpa ada yang dahulu belum tentu ada yang sekarang,” ucapnya.

Jadi dalam membaca pusaka Pasundan ini menurut pengalaman berdasar keilmuan rincian/ ricikan dari pusaka itu tidak ada atau ada tapi tidak menjadi keilmuan yang baku. “Sehingga penyebutan pamor dalam keris banyak yang tidak mengetahui. Bahkan era Pajajaran pun secara bentuk pamor pun tidak jelas namun ada ciri khas yang tersendiri,” imbuh Abeng.

Berikutnya Abeng juga memaparkan tentang sejarah perkembangan pusaka Pasundan dari era Sunda Kuno hingga era Pejajaran. Juga terkait politik zaman itu sehingga ada semacam larangan oleh kerajaan pembuatan pusaka atau tosan aji dibatasi, masyarakat hanya diperbolehkan memproduksi alat-alat untuk pertanian.

Selain itu, juga memaparkan perkembangan sejarah pusaka Kujang dari era kerajaan Galuh hingga Pajajaran yang menjadikan Kujang sebagai simbol kedalautan negara. “Perkembangan bentuk pusaka Kujang yang menggambarkan pulau Jawa yang ada lobangnya tiga buah. Makna dari tiga lobang sendiri adalah simbul Tri Murti atau tiga dewa dalam agama Hindu, juga tiga wilayah kekuasaan pada waktu itu,” terang Abeng.

Saresehan Gaman Pasundan ini merupakan bagian kegiatan pameran yang diselenggarakan oleh Komunitas Lar Gangsir dengan tajuk yang sama “Gaman Pasundan”, bertempat di Cafe Shope and Gallery Kopi Macan, Jalan Bugisan Selatan, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, pada tanggal 1 November hingga 7 November 2024. (ted)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *