News  

Pengabdian Internasional Mahasiswa UMY di Tiga Negara

Peserta Proton International Inbound Mobility Program UMY-UUM di Kedah Malaysia, Selasa 3/9/2024. (Foto : Humas UMY)

bernasnews – Selama 10 hari (1-10 September 2024), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) melalui Divisi Pengabdian Kepada Masyarakat untuk Mahasiswa-UMY melaksanakan program pengabdian internasional bagi mahasiswanya. Sebanyak 52 mahasiswa UMY dari berbagai program studi melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat di beberapa negara tetangga yakni Filipina, Malaysia, dan Thailand.

“Di sela-sela kegiatan tersebut Universiti Utara Malaysia (UUM Kedah-Malaysia), dan Yala Rajabaht University (YRU, Yala-Thailand) meminta untuk sharing dari kami untuk menyampaikan open speech terkait budaya di antara bangsa serumpun.” kata Kepala Divisi Pengabdian Kepada Masyarakat untuk Mahasiswa-UMY Dr. Aris Slamet Widodo, Selasa (10/9) siang.

Acara sharing yang terkemas dalam Proton International Inbound Mobility Program-UUM dihelat pada Selasa (3/9) di Aula Inasis Proton UUM dihadiri mahasiswa UMY yang sedang menjalani program pengabdian internasional serta mahasiswa dan sivitas akademika UUM. Dalam acara sharing turut dihadiri pula oleh Dr. Mohd. Abidzar bin Zainal Abidin (Principal of Inasis Proton UUM) dan Dr. Mohamed Nazreen bin Shahul Hamid (Pusat Pengajian Bahasa, Tamadun & Falsafah – UUM).

Timbalan Naib Conselor Hal Ehwal Pelajar dan Alumni (Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni) Prof. Dr. Ahmad Martadha bin Mohamed dalam sambutannya mewakili Rektor UUM berharap kolaborasi antara Malaysia dan Indonesia memberikan manfaat bagi kedua negara, terlebih pada perkembangan dunia pendidikan. 

“Pertukaran budaya juga penting untuk dirancang bersama untuk membangun persaudaraan lebih baik,” kata Ahmad Murtadha.

Dalam open speech yang mengangkat tema Kampus sebagai Jalur Sutra Komunikasi Antarbudaya Bangsa Serumpun, Puji Qomariyah (Sosiolog UWM) memaparkan perihal pentingnya menjalin persahabatan, bertukar ilmu, belajar dari budaya dengan negara tetangga serumpun Malaysia dan sekitarnya.

“Saat ini kita di sini, dalam sebuah lingkungan yang multikultural, dimana bahasa, adat, dan kebiasaan mungkin berbeda, tapi semangat untuk saling memahami adalah yang paling penting.” jelas Puji dalam open speech-nya, Selasa (3/9).

Puji mengawali pemaparan dengan realitas-realitas ringan yang dialami masyarakat Malaysia dan Indonesia sehari-hari semisal pengalaman kulinernya di Malaysia, membandingkan makanan khas seperti nasi lemak dan nasi uduk. Ia juga menyoroti kesamaan bahasa dan budaya, diantaranya penggunaan kata yang hampir sama makna seperti “lah” di akhir kalimat yang lazim di kedua negara. Atau dalam nada bercanda Puji memantik bagaimana dua bangsa serumpun saling belajar, berbagi, dan tentu saja, untuk mencari tahu mengapa Rendang Malaysia dan Rendang Indonesia rasanya yang beda-beda tipis.

“Dalam ranah budaya, wilayah perbatasan negara sering memunculkan warna-warna indah dari adanya kesamaan adat-tradisi dan budaya dua negara bahkan bangsa. Adanya kesamaan tersebut menjadi bukti bahwa relasi antarmanusia tidak dibatasi oleh batas administrasi wilayah dua buah negara.” Kata dia.

Mengutip dari pendapat Antropolog budaya Edward T. Hall tentang pentingnya komunikasi lintas budaya dalam era globalisasi, Puji menggambarkan Proton International Inbound Mobility Program, yang mengundang kampus-kampus di Indonesia sebagai kesempatan untuk membangun “jembatan pengertian, jembatan empati, dan jembatan persahabatan“.

“Di sanalah kerap hadir silang budaya yang bisa saling memengaruhi (asimilasi), menguatkan, hingga terbentuknya (akulturasi) budaya baru, difusi. penetrasi, dan milenarisme, hingga terbangun keberagaman budaya pada bangsa serumpun maupun beda rumpun.” jelas Puji

Proton International Inbound Mobility Program atau jika dalam proses akademik di Indonesia sering dikenal dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN) diharapkan dapat menjadi model untuk kolaborasi masa depan antara institusi pendidikan tinggi di kedua negara, mempromosikan pemahaman budaya yang lebih dalam dan kerjasama yang lebih erat di berbagai bidang.

“Ini menarik untuk dikembangkan di masa datang. Komunikasi antarbudaya serumpun bisa menjadi jembatan bagi hubungan antarbangsa serumpun menjadi lebih cair bermartabat. Dari kampus kita bisa memulainya.” tegas Aris. (*/nun)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *