bernasnews — Penetapan Sumbu Filosofi Yogyakarta, The Cosmological Axis of Yogyakarta and its Historic Landmarks sebagai warisan dunia oleh UNESCO tentunya membawa dampak secara signifikan dalam menggerakkan dunia kepariwisataan, khususnya di Jogja.
Sumbu Filosofi Yogyakarta merupakan sebuah konsep tata ruang yang bermakna. Konsep tata ruang ini dibuat berdasarkan konsepsi Jawa dan berbentuk struktur jalan lurus yang membentang antara Panggung Krapyak di sebelah selatan, Kraton Yogyakarta, dan Tugu Yogyakarta di sebelah utara.
“Secara simbolis, konsep tata ruang ini melambangkan keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, maupun manusia dengan alam,” terang Y. Sri Susilo, selaku Ketua Pokdarwis Panembahan Gumregah, Kota Yogyakarta, beberapa waktu lalu.
Dalam Sumbu Filosofi Yogyakarta ini selain konsep berupa tata ruang dan bangunan, yang berada dalam garis imajiner penuh makna filosofi ini. Juga ada vegetasi atau beberapa tumbuhan sebagai penghias dan peneduh suasana yang mempunyai nilai ekonomis juga penuh makna filosofi bagi orang Jawa.
Dikutip dari Buku Ensiklopedi Kraton Yogyakarta, diterbitkan Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY, Cetakan Kedua 2014. Berikut vegetasi yang terkait dengan Sumbu Filosofi Yogyakarta, pohon Asem (Tamarindus indica) daun muda dari pohon asem bernama Sinom, melambangkan gadis atau jejaka yang masih anom (muda) selalu nengsemaken (menarik hati).
Gadis muda yang menarik hati maka akan selalu disanjung yang divisualisasikan dengan pohon Tanjung (Mimusps elengi). Kedua jenis pohon ini sebagai penghias dan perindang pinggiran jalan dari Panggung Krapyak menuju nJeron Beteng Kraton Yogyakarta.
Kemudian sesampainya di Alun-alun Kidul digambarkan manusia telah dewasa dan sudah wani (berani) meminang gadis karena sudah akhil baligh. Hal ini dilambangkan dengan pohon Kweni (Mangefera odoranta) dan pohon Pakel (Mangifera foetida Lour).
Selanjutnya, pohon Pelem (Mangifera indica) yang bermakna gelem (kemauan bersama), pohon Jambu Dersono (Eugenia malaccensis) yang bermakna kaderesan sihing sesama. Pohon Kepel (Stelachacarpus burahol) yang bermakna kempel, yaitu bersatunya benih karena kemauan bersama didasari saling mengasihi.
Juga pohon gayam (Inocarpus edulis) yang bermakna ayom atau teduh, serta beberapa pohon beringin (Ficus benyamina). Beberapa pohon yang buahnya bernilai ekonomis tersebut juga mempunyai kasiat untuk kesehatan sehingga juga banyak ditanam oleh warga, diantaranya mangga (pelem), jambu dan kepel.
Ada sebuah upaya menarik yang dilakukan oleh para mahasiswa KKN – UGM, yang bertugas di wilayah nJeron Beteng Kraton Yogyakarta, Kemantren Kraton, Kota Yogyakarta. Berupa pemberian label/ papan pada vegetasi terkait Sumbu Filosofi Yogyakarta, dengan paparan makna filosofi yang disertai bahasa Inggrisnya.
Pemberian label pada pohon-pohon yang semakin langka itu tentu juga akan menambah daya tarik bagi wisatawan baik wisatawan manca negara maupun dari dalam negeri, yang melakukan wisata jalan kaki atau bersepeda susur jalan-jalan kampung di wilayah sirip Sumbu Filosofi Yogyakarta, dimana kekinian tampak semakin banyak. (ted)