Mengulik Jejak Literasi Leluhur, Berkunjung Ke Museum Wayang Beber Sekartaji Bantul

Indra Suroinggeno selaku Pengelola Museum Wayang Beber Sekartaji bersama Staf Wawan saat menampilkan dan menjelaskan salah satu koleksi museum wayang beber yang memaparkan kaidah-kaidah yang ada dalam Pancasila. (Tedy Kartyadi/ bernasnews)

bernasnews — Hari Buku Nasional diperingati setiap tanggal 17 Mei, artinya tinggal menghitung hari saja untuk memperingatinya. Hari Buku Nasional yang juga bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Perpustakaan Nasional (Perpunas) Republik Indonesia, tahun 2024, telah genap 44 tahun.

Buku dan perpustakaan tentu tidak bisa terlepas dari kertas atau deluwang dalam bahasa Sanskerta. Juga proses literasi untuk pembelajaran hidup dan kehidupan bagi pribadi maupun kelompok masyarakat bersama semesta alam ciptaan Tuhan.

Jejak literasi maupun sejarah pembuatan deluwang (kertas) tinggalan leluhur tersebut, salah satunya bisa kita saksikan di Museum “Wayang Beber Sekartaji”, yang berada di Gang Pancasila, Dusun Kanutan, Desa Sumbermulyo, Kapanewon Bambanglipuro, Kabupaten Bantul, DIY.

SosokIndra Suroinggeno selaku Pengelola Museum saat menampilkan kitab usia ratusan tahun pada pengunjung. (Tedy Kartyadi/ bernasnews)

Museum ini merupakan museum pertama di Indonesia, bahkan dunia yang khusus dan berfokus menyajikan berbagai hal yang berkaitan dengan koleksi Wayang Beber. Keistimewaan wayang ini, selain mengawali adanya tradisi seni pertunjukkan wayang hingga kekinian. Juga isi cerita hasil karya kearifan lokal dengan proses yang panjang.

Wayang Beber berproses cukup panjang merupakan hasil karya agung leluhur nenek moyang dari relief candi yang kemudian berkembang ke dalam media daun lontar dan selanjutnya terdapat pada media kertas dluwang.

“Ada tiga alasan pemberian nama Sekartaji. Pertama, merupakan sebuah candrasengkala memet berupa singkatan dari ‘Semedi Cakra Jawata Aji’ yang menunjuk angka tahun 1951 Tahun Jawa, yang jika dikonversikan tahun Masehi tahun 2017, sebagai penanda berdirinya Museum Wayang Beber Sekartaji,” terang Indra Suroinggeno selaku Pengelola Museum, saat bernasnews berkunjung, Minggu (12/5/2024).

Lanjut Indra menjelaskan, bahwa nama Sekartaji adalah nama seorang tokoh penting dalam sejarah Nusantara salah satunya pada perkembangan seni Wayang Beber. Alasan yang ketiga, museum ini memuliakan sosok Perempuan. “Sosok yang bersifat merawat, menjaga dan melindungi sebagaimana tujuan museum didirikan,” ungkap dia.

Wayang Beber juga bisa disebut sebagai jejak literasi, selain berisi kisah-kisah sejarah ketokohan zaman kerajaan. Juga berisi paparan atau literasi tentang ajaran kehidupan di antaranya ajaran-ajaran yang sebagaimana termaktub dalam Pancasila.

Penampakkan bangunan utama Museum Wayang Beber Sekartaji, Kabupaten Bantul. (Tedy Kartyadi/ bernasnews)

Pengunjung museum Wayang Wayang Beber Sekartaji, akan diajak melihat koleksi dari proses pembuatan dluwang yang telah dilakukan oleh nenek moyang 3.600 tahun lalu berikut pernak pernik artefaknya, serta naskah dan kitab-kitab kuno berusia ratusan tahun, salah satunya berupa kitab suci Al Quran yang dituliskan pada dluwang berumur ratusan tahun.

Dluwang karya nenek moyang kita jauh berbeda dengan kertas produk bangsa Eropa. Dluwang dibikin dengan proses pemukulan dari batang pohon kertas, sehingga seratnya sangat khas hingga bertahun-tahun tetap lentur beda dengan kertas yang dibuat dengan proses bubur pulp yang tidak awet,” ungkap Indra Suroinggeno.

Menuju museum ini cukup mudah, dari pusat Kota Bantul ke selatan arah ke pantai Samas atau Jalan Lintas Selatan (JLS). Perempatan Palbapang ke selatan arah menuju Gereja Ganjuran, lihat papan petunjuk arah yang cukup menyolok berwarna coklat tulisan putih di pinggir Jalan Samas, Bantul, DIY. Dengan harga tiket masuk sebesar Rp 10.000, pengunjung dapat mengulik jejak literasi leluhur Nusantara. (ted)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *