BERNASNEWS.COM – Salah satu peninggalan budaya yang harus dipertahankan adalah seni tata rias pengantin. Tata rias pengantin saat ini semakin terus berkembang. Terlebih lagi saat ini perias pengantin anak muda cenderung melakukan kreasi dan inovasi. Padahal sebetulnya terkait riasan oengantin khususnya di Yogyakarta memiliki sebuah pakem atau aturan.
Listiani Sintawani Adang selaku Dewan Pimpinan Derah Harpi Melati DIY mengungkapkan bahwa perkembangan tren riasan kini sangat pesat. Meskipun banyak berkembang pesat, ia mengatakan masyarakat Yogyakarta masih ingin mempertahankan seperti yang ada dalam pakem keraton.
“Kalau tata rias pengantin di yogyakarta, masyarakat pastinya ingin tetap mencintai tata rias pengantin gaya Yogyakarta. Tata rias pengantin yang bersumber dari keraton pastinya Paes Ageng,” ujar wanita yang akrab disapa Lis di sela kegiatan Seminar Trip Jogja Paes Ageng Kanigaran dan Trip Bugis, Rabu (11/12/2019).
Salah satu bukti perkembangan riasan pengantim adalah riasan Paes Ageng Kanigaran. Riasan ini banyak sekali digemari masyarakat saat ini. Busana kanigaran sendiri dipakai pada upacara-upacara tertentu seperti upacara grebeg.
“Perkembangannya ada yang menggunakan busana grebekan yang menjadi tata rias pengantin Kanigaran,” imbuhnya.
Menurutnya perubahan dan inovasi sah saja dilakukan asal tak meninggalkan pakem yang ada di keraton. Ia menambahkan bahwa busana maupun riasan pengantin merupakan salah satu bentuk budaya. Sehingga hal tersebut penting untuk dilestarikan.
“Sumber tata rias pengantin adalah dari Yogjakarta. Itu sudah diamanahkan kepada perias pengantin sehingga imbal baliknya kita harus menjaga pakemnya tata rias pengantin yang bersumber dari keraton. Masalah inovasi, masalah perkembangan itu, kami hanya bisa mengembangkan sampai ke teknik makeupnya saja tapi kalau untuk paesnya untuk busananya semaksimal mungkin harus menjaga pakemnya,” ungkapnya.
“Karena kami perias pengantin ini merupakan penjaga budaya jadi kita harus nguriuri apa yang diparingken keraton untuk kami,” imbuhnya.
Terkait batasan inovasi, Lis mengatakan batasannya adalah terkait motif batik yang masih harus berupa motif batik Yogyakarta.
“Kalau busana itu masih bisa kain jarik motifnya harus tetep Jogja. Kalau kebaya kita masih bisa toleransi untuk perubahan tapi hanya untuk di masyarakat umum,” pungkasnya.
Sementara itu, ketua acara pelatihan Irit Tyas Sugaib mengatakan soal inovasi riasan, Harpi Melati selaku paguyuban rias mengatakan tak berani melakukan inovasi dan lantas membuat pakem baru. Menurutnya hal tersebut tidak pantas dilakukan.
“Kami Harpi Melati khususnya tidak akan berani intuk mengubah, kemudian memakemkan, kemudian menguji kompetensikan,” ujarnya.
Sejauh ini inovasi untuk rias pengantin, hal yang bisa dikreasikan adalah makeup namun persentase inovasi tak melebihi pakemnya.
“Untuk inovasi yang biasa kita kembangkan adalah make uonya untuk mengikuti tren yang sekarang seperti perhiasan dan busana. Kami juga bisa sih untuk menerima perkembangan tapi perkembangan itu juga mesti ada batasnya. Setidaknya itu kalau dinilai dengan persentase bisanya kita 25 persen untuk berinovasi,” ujarnya.