BERNASNEWS.COM – Youtube telah menjadi salah satu media baru dan favorit di kalangan masyarakat. Banyak konten creator yang menggunakan platform ini sebagai tempat untuk menuangkan ide dan kreativitas. Media baru memunculkan tren baru, begitu juga dengan Youtube.
Sebagai media baru Youtube memunculkan tren prank. Prank adalah semacam tindakan bercanda terhadap orang lain yang cenderung berlebihan. Tidak jarang mereka yang kena prank merasa bingung, menangis atau terpojok oleh situasi yag diciptakan.
Pada intinya, prank menciptakan keterkejutan atau kekagetan bagi target prank-nya. Viralitas prank menunjukkan bahwa warganet memiliki kesenangan untuk menyaksikan orang lain merasa takut, sedih atau kaget, karena sebagian besar dari kita memang senang melihat orang susah.
Itulah mengapa konten prank begitu laku di dalam pasar bebas Youtube. Kesenangan kita melihat orang takut atau kaget sebenarnya bukan barang baru. Hasrat yang sama juga terjadi ketika kita menonton film horor. Tidak heran konten prank selaris film horror. Dari semua konten prank tujuannya hanya satu yaitu demi viral. Ujung dari semua itu adalah uang, karena viral adalah sumber pemasukkan bagi Youtuber.
Atta Halilintar dan Ria Ricis, misalnya, sebagai Youtuber dengan pengikut terbanyak di Indonesia. Penghasilannya bisa mencapai miliaran rupiah per bulan. Itu belum termasuk dari promosi dan pemasukan lainnya. Besarnya jumlah pengikut mereka adalah pasar bagi produk-produk yang ingin laris di kalangan millenial.
Saat ini tekonologi semakin berkemban seiring berjalannya waktu. Teknologi pun mengalami perkembangan yang cukup besar. Terdapat banyak hal baru yang disebabkan oleh teknologi, salah satunya Youtube sebagai media baru. Munculnya youtube sebagai media baru sangat memudahkan setiap orang untuk mencari informasi dalam bentuk video yang diinginkan tanpa adanya batasan.
Selain dapat mengakses informasi dan hiburan, kita juga dapat menyebarkan informasi pada media baru dan media sosial. Termasuk konten prank sebagai hiburan setiap orang yang menontonnya. Youtube sendiri menjadi media penyebaran informasi yang paling banyak diminati masyarakat Indonesia. Di Indonesia banyak orang yang menjadikan Youtube sebagai tempat mencari nafkah, bahkan menurut Raditya Dika, kalau menjadi konten creator seperti Youtuber termasuk pekerjaan yang menjanjikan.
Bahkan di kalangan Youtuber ternama mengungkap mental dan budaya masyarakat kita yang belum mampu menciptakan konten baru atau inovatif. Alih-alih menciptakan ataupun memproduksi konten segar dan inovatif, banyak dari youtuber justru terjebak pada usaha untuk membuat konten prank dengan resiko lebih besar. Seperti halnya yang terjadi baru-baru ini melalui tagar #saynotoprank yang menjadi trending karena kelakuan gila seorang konten creator.
Youtuber tersebut melakukan prank terhadap salah seorang ojek online (ojol). Youtuber tersebut memesan pizza seharga Rp 1 juta dan tiba-tiba cancel. Sudah ditebak alurnya, setelah membiarkan bapak ojol itu sedemikian tersiksa dan menderita, ia datang bak pahlawan memberikan “segepok uang”.
Heran, semakin berkembangnya zaman semakin banyak pula orang-orang yang senang melihat penderitaan orang lain. Mungkin sang Youtuber berpikir dengan skenario dia datang memberi uang setelah melakukan “penyiksaan batin” kepada korban prank, ia lantas dianggap sebagai seorang dermawan.
Apakah dengan membuat konten prank seperti di atas hanya dengan tujuan menambah adsense agar menghasilkan sumber pendapatan yang banyak dari Youtube itu sendiri? Winda Ariani mengatakan bagi Anda yang melakukan Prank dengan tujuan menambah adsense tapi dengan menampilkan penderitaan orang lain, Anda kejam dan sangat keterlaluan. I see human, but no humanity. Anda turut melanggengkan rantai setan, artinya akan ada orang yang mengikuti langkah Anda bertindak demikian.
Ada begitu banyak tagline tentang berhenti mengolol-olok atau stop bullying, tetapi di dunia yang bernama Youtube ini, tidak henti-hentinya perilaku bullying dipertontokan. Rendahnya kreativitas anak bangsa Indonesia sampai untuk membuat konten pun harus mengorbankan seseorang hanya untuk viral dan trending. Maraknya konten prank juga menunjukkan budaya kita yang latah dan tidak kreatif.
Ketika ada salah satu youtuber membuat Prank dengan menyanyi suara jelek di depan orang lain tiba-tiba menunjukkan suara aslinya yang bagus hingga menjadi viral, lalu banyak Youtuber lain juga membuat konten seperti itu. Akhirnya terjadi proses dimana pengulangan dilakukan hanya dengan mereproduksi apa yang sudah ada sebelumnya. Mestinya proses kreasi konten diupayakan untuk reproduksi dari yang lama atau sudah ada sebelumnya disertai dengan inovasi yang lebih kreatif dan lebih memahami tentang artinya manusiawi.
Menurut salah satu youtuber ternama, Reza Arap, Youtuber zaman sekarang membuat konten Prank hanya untuk eksistensi diri, namun cara mereka tidak tepat dalam membuat konten dengan menyakiti perasaan seseorang. Kembali lagi, viral dan trending-lah yang membuat Youtuber zaman sekarang berlomba-lomba membuat konten tanpa pikir panjang sebelum bertindak.
Pembicaraan seputar #saynotoprank terjadi sejak beberapa hari lalu. Sejak awal pekan ini di Twitter sedang panas membahas isu prank Youtuber terhadap mitra yang melayani pembelian dan pengantaran makanan, meski belum disertai dengan tagar tertentu yang spesifik #saynotoprank masuk daftar trending di Twitter.
Tagar ini digagas pertama kali dilakukan oleh Raden Rauf, salah satu influencer Twitter. Tagar tersebut adalah bentuk penolakan netizen terhadap aksi prank yang dilakukan sejumlah Youtuber ke pengemudi ojek online Gojek atau Grab dalam beberapa pekan terakhir.
Kicauan yang mengandung tagar #saynotoprank sudah mencapai lebih dari 12 ribu setelah Raden Rauf pertama kali memulai tren ini. Konten semacam prank terhadap ojol dianggap tidak etis oleh publik dan menuduh bahwa Youtuber yang melakukan prank semacam ini telah mengeksploitasi kesedihan pengemudi demi popularitas dan jumlah views di Youtube.
Cecep menilai prank bisa ditiru masyarakat yang menonton konten Youtuber tersebut. Dia pun mengimbau setiap Youtuber tidak membuat prank ojol seperti yang ramai dibicarakan saat ini. “Untuk ada prank-prank seperti itu, pendapat saya malah akan mencontohkan kepada oknum-oknum yang akan melakukan hal-hal negatif. Dia akan melakukan orderan fiktif, itu nanti oknum tersebut akan merugikan driver karena performa driver jelek, itu nanti susah sekali untuk mendapatkan orderan gitu. Pendapat saya, prank-prank ojol tersebut tidak dipublikasi di media sosial atau sejenisnya karena kita sebagai driver ojol juga tidak ingin ada imbas-imbas yang merugikan driver,” ucapnya.
Dengan adanya tagar #saynotoprank tadi diharapkan agar para pengguna media sosial terutama di Indonesia agar lebih cerdas dalam hal memilih dan membuat konten. Ada banyak cara untuk menghasilkan konten yang berkualitas dan bermanfaat, apalagi di era sekarang kemudahan dalam membuat konten yang berkualitas ditunjang dengan berbagai alat yang canggih. Rendahnya kreativitas para pengguna media sosial Indonesia harus ditingkatkan lagi, tidak hanya membentuk individu-individu yang kreatif, tetapi juga masyarakat yang kreatif.
Menjadi masyarakat yang kreatif membutuhkan upaya kolektif dan keseriusan untuk membongkar kebiasaan-kebiasaan yang membelenggu masyarakat kita. Hal ini mesti dilihat dimulai dari kebiasaan kecil menyukai hal-hal yang instan. Belenggu-belenggu tersebut harus diubah sehingga menjadikan konten yang mampu mengedukasi masyarakat menjadi lebih kreatif dan lebih bijak dalam menggunakan media sosial. (Aulia Aziza, Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Widya Mataram)