BERNASNEWS.COM – TIAP hari wisatawan dari berbagai daerah dan luar negeri masuk ke DIY. Gairah berwisata ke Jogja, seperti seorang remaja pria yang dengan heroiknya mendekati sang dara pujaan.
Kita lihat tiap malam, apalagi pada akhir pekan, Titik Nol Kilometer dan Tugu Pal Putih penuh dengan orang-orang muda, wajah-wajah luar Jogya berkumpul dengan penuh suka cita. Mereka bergerombol menikmati makanan dan minuman khas Jogja, berfoto bersama, berselfi dan saling memandang sesama wisatawan.
Tidak kalah ramainya, adalah antrean berfoto di depan papan nama Jalan Malioboro. Para wisatawan yang mengunjungi Jogja itu masuk darimana dan lewat pintu mana? Ada wisatawan mancanegara (wisman), ada wisatawan nusantara (wisnus) dan wisatawan lokal yaitu warga Jogja itu sendiri. Ada rombongan masyarakat umum, mahasiswa dan pelajar serta wisatawan-wisatawan individual dan kelompok-kelompok kecil seperti keluarga.
Pintu masuk ke Jogja bergantung pada moda angkutan yang ada. Mereka yang naik pesawat akan masuk ke Jogja melalui Bandara Adisutjipto Maguwoharjo atau Bandara Internasional Yogyakarta (YIA) di Kulon Progo. Mereka yang naik kereta api akan masuk ke Jogja melalui Stasiun Lempuyangan atau Stasiun Tugu. Mereka yang mengendarai mobil pribadi atau bus masuk melalui jalan-jalan yang memasuki Jogja, seperti Jalan Magelang, Jalan Wates atau Jalan Solo.
TUGU PAL PUTIH
Salah satu titik kumpul wisatawan di Jogja, Tugu Pal Putih, juga sering dipakai untuk aksi-aksi yang menyuarakan isu kemanusiaan. Kunjungan wisatawan ke Kota Jogja kian meningkat. Tren ini akan semakin menguatkan predikat Jogja sebagai Kota Wisata dan Kota Budaya.
Tugu pal putih. Foto : Anton Sumarjana
Data dari Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta, seperti dirilis Sekretaris Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta Yetti Martanti, menunjukkan angka kunjungan wisatawan tiga tahun terakhir. Tahun 2016, kunjungan wisman sebanyak 396.518 orang dan wisnus 3.150.834.
Tahun 2017 ada kunjungan wisman sebanyak 435.655 orang, dan wisnus sebanyak 3.459.116 orang, dan tahun 2018 ada kunjungan wisman sebanyak 496.293 orang, dan wisnus sebanyak 3.606.947 Orang. Sedangkan target tahun 2019 ini sebanyak 3,7 juta wisatawan.
Kota Jogja memang akan berkembang menuju pada Kota Pelayanan atau Kota Jasa. Hal ini telah dirumuskan dalam visi pembangunan Kota Yogyakarta 2017-2022, sebagai berikut: ‘Meneguhkan kota Yogyakarta sebagai kota nyaman huni dan pusat pelayanan jasa yang berdaya saing kuat untuk keberdayaan masyarakat dengan berpijak pada nilai keistimewaan”.
Visi Kota Jogja ini akan diwujudkan melalui tujuh misi pembangunan yaitu meningkatkan kesejahteraan dan daya saing kota, memperkuat ekonomi kerakyatan dan keberdayaan masyarakat, memperkuat moral, etika dan budaya masyarakat Kota Yogyakarta, memperkuat tata kota dan kelestarian lingkungan, dan meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan, sosial, dan budaya. Dua misi yang lain adalah membangun sarana dan prasarana publik dan pemukiman serta meningkatkan tatakelola pemerintahan yang baik dan bersih.
Untuk mewujudkan tujuh misi itu, Pemda Kota Jogyakarta harus menghadapi berbagai tantangan. Khusus di bidang pariwisata, tantangan yang relevan antara lain ada dua hal. Pertama, soal daya tarik dan daya dukung dunia pariwisata di Kota Yogyakarta. Kedua, ketersediaan fasilitas umum yang kurang memadai, baik di sisi jumlah maupun kualitas.
Dari sisi objek wisata, Kota Jogya sangat menarik para wisatawan. Kota Jogya kaya akan objek-objek wisata yang mempunyai daya tarik tinggi. Magnet wisata itu ada di wisata kuliner, wisata sejarah, wisata pendidikan, wisata alam, wisata pertunjukan, wisata religi dan lain-lain.
Sarana pendukung yang berupa hotel, homestay, restoran, rumah makan, pusat jajanan kuliner, dan infrastruktur jalan sudah bagus. Hampir tidak ada ruas jalan yang rusak, dari jalan protokol sampai gang-gang di kampung
Yang masih dirasa kurang, dan ini menjadi keluhan para pelaku industri wisata di Kota Jogya, adalah soal belum tersedianya fasilitas umum yang memadai. Fasilitas umum berupa kamar mandi dan toilet yang jumlahnya mencukupi, bersih dan aman, sangat dibutuhkan oleh pelaku industri pariwisata Jogja, agar dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi para wisatawan.
Ilustrasi cerita
Sebagai ilustrasi, berikut kisah kecil, bagaimana seorang pelaku wisata Kota Jogya mencoba mencari celah dari keterbatasan yang ada. Satu grup wisatawan datang ke Jogja melalui Stasiun Kereta Api Tugu. Jumlahnya 30 orang, cukup untuk satu bus sedang, atau dua mobil elf long. Mereka tiba sekitar pukul 4 atau 5 dini hari. Travel Agent sudah menyiapkan paket tour selama 2 hari 1 malam. Sabtu pagi rombongan tiba di Jogja dan Minggu malam rombongan akan meninggalkan Jogja.
Hari masih pagi mengawali akhir pekan ini. Rombongan langsung menuju obyek wisata Mangunan di Dlingo, Kabupaten Bantul. Rombongan harus segera sampai di lokasi untuk menikati momen sun rise. Sun rise tak terlewatkan. Masih pukul 6 pagi. Setelah itu, rombongan perlu mandi dan sarapan pagi. Dimana jumlah 30 an orang bisa mandi dan sarapan, sepagi itu? Di sinilah masalahnya. Agak susah menemukan rumah makan yang menyediakan fasilitas mandi untuk paling sedikit 30 orang. Kalau pun ada, seringkali rumah makan itu belum buka.
Mencari kamar mandi dan toilet umum di dalam kota Jogya lebih susah lagi. Tidak banyak restoran dan rumah makan yang memiliki jumlah kamar mandi lebih dari dua. Maklum lahan terbatas. Jangankan untuk menyediakan kamar mandi dalam jumlah banyak, lahan untuk area parkir kendaraan pun sempit.
Yang terjadi, biasanya travel agent menyiasati kondisi ini dengan melobi pihak hotel, dimana rombongan itu akan menginap selama di Jogya. Rombongan bisa numpang mandi dan sarapan di hotel tersebut, menitipkan barang-barang, baru melanjutkan kunjungan ke objek wisata. Rombongan akan ‘cek in’ pada sore atau malam hari, setelah menyelesaikan agenda kunjungan pada hari itu. Untuk bisa menerapkan jurus ini, pihak travel agent perlu menjalin relasi yang baik dengan pihak hotel di Kota Jogya ini.
Jika pihak Pemda Kota Jogya bisa menyediakan fasilitas kamar mandi dan toilet di beberapa tempat, hal ini tentu akan sangat membantu agen-agen perjalanan dalam melayani para wisatawan. Fasilitas itu bisa dibangun di empat sudut Kota Jogya, di sisi timur, utara, barat dan selatan.
Fasilitas kamar mandi umum dan toilet umum itu haruslah bersih. Jumlahnya cukup. Tidak harus gratis, karena model gratisan hanya akan membuat fasilitas umum itu tidak terawat.
Fasilitas umum yang bersih tidak bau itu sangat penting dalam menjaga citra pariwisata Kota Jogya. Kebersihan, kerapian dan keamanan itu kunci industri pariwisata. Namun justru di tiga hal itu letak kelemahan kita. Harus diubah, kelemahan menjadi hal yang memperkuat indutri pariwisata di Kota Jogya. Sehingga Kota Jogya menjadi kawasan yang benar-benar nyaman untuk berjuta-juta wisatawan. (Anton Sumarjana, Pengelola Biro Perjalanan Christour Yogyakarta)
F