BERNASNEWS.COM – Dunia pendidikan tinggi di Yogyakarta kembali berbangga. Pasalnya, karya tulis ilmiah dari sebuah perguruan tinggi negeri di Yogyakarta berhasil lolos menjadi salah satu dari lima karya tulis terbaik di Malaysia. Perguruan tinggi negeri ini adalah Universitas Pembangunan Nasional ‘Veteran’ Yogyakarta (UPNVY).
Karya ilmiah ini ditulis oleh Puji Lestari (Dosen UPNVY), Rajab Ritonga (dosen Universitas Moestopo), dan Poppy Ruliana (dosen Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Inter Studi), dan dipresentasikan di Konferensi Internasional Komunikasi dan Media (Mention 2019) di Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM).
“Saya kaget dan senang mbak,” kata Puji Lestari, Ketua Tim Peneliti dari UPNVY, Sabtu (23/11/2019).
Puji Lestari pun berbagi cerita bahwa timnya menerima penghargaan di bandara karena hendak mengejar pesawat untuk kembali ke Indonesia. Alhasil, Normah Mustaffa, dosen UKM Malaysia, mengantarkan penghargaan tersebut ke Bandara di Malaysia.
Karya ilmiah yang berjudul ‘Communication of Local Government Organization of the Disaster Mitigation of Mount Sinabung Eruption in Indonesia” ini sudah digarap sejak tahun 2012 silam. Adapun hal yang diteliti adalah model komunikasi yang bisa diterapkan Pemda untuk melakukan mitigas bencana.
Saat di lapangan, penelitian juga dibantu oleh Eko Teguh Paripurno, Ahli Kebencanaan (Ketua Pusat Studi Bencana UPNVY) dan Arif Rianto Nugroho, Dosen Geologi UPNVY.
Ia mengatakan bahwa hingga tahun 2019, erupsi Gunung Sinabung masih menyisakan masalah, salah satu diantaranya adalah komunikasi antara penyintas dan pemerintah yang kerap tak kompak.
“Sering terjadi perbedaan persepsi masalah komunikasi penyaluran bantuan, dll (dan lain-lain),” kata wanita yang juga merupakan ketua Asosiasi Pengelola Jurnal Komunikasi seluruh Indonesia (APJIKI) itu..
Di antara gladi ruang dan gladi lapangan, menurutnya, komunikasi menjadi kunci untuk mengurangi resiko kebencanaan dan perlu dipahami bersama antara pemerintah dan masyarakat. Salah satu hal yang memicu terjadinya keributan adalah kurangnya komunikasi.
“Mereka (peserta simulasi) mudah mengingat, hanya perlu biaya yang tinggi,” papar wanita yang menjadi penerima hibah penelitian tahun ke-11.
Ia pun berharap, masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana mampu melakukan berbagai aktivitas untuk mitigasi bencana, sosialisasi atau komunikasi mitigasi bencana.