BERNASNEWS.COM – Kecemasan seorang bapak tentang masa depan putranya yang masih muda, adalah kecemasan Indonesia saat ini, dimana 52 juta orang penduduk muda akan menjadi driver bangsa ini, pada masanya nanti.
Seorang bapak dengan satu orang anak, umur anaknya sudah lewat 20 tahun, tapi masih di bawah 30 tahun. Anak ini, menurut Undang-Undang No 49 tahun 2009 tentang Kepemudaan, termasuk golongan pemuda (16-30 tahun). Anak muda ini masih kuliah. Kuliah berarti secara akademis membekali dirinya dengan kompetensi tertentu.
Lewat jalur pendidikan, si anak muda ini kelak, akan sampai pada titik tujuan, yaitu mampu menggunakan kompetensinya untuk eksis berkompetensi di tengah masyarakat. Orang Jawa bilang, bisa jadi orang, punya pekerjaan atau profesi tertentu yang memberinya penghasilan cukup untuk hidup sejahtera.
Semua orangtua akan berlaku demikian. Menyiapkan anak-anaknya untuk sukses hidup di masa depan. Syukur pada masanya, si anak bisa mikul duwur, mendem jero’.
Keraguan yang menghinggapi benak para orangtua adalah, apakah bekal kompetensi yang dimiliki anak-anaknya sekarang ini cukup memadai untuk kelak si anak bersaing lalu survive di tengah masyarakat?
Yang dimaksud masa depan itu sebenarnya sudah dimulai saat ini. Dunia sudah memasuki Era Revolusi Industri 4.0, dimana semua aktivitas manusia menggunakan perangkat digital sebagai sarana bekerja. Manusia yang hidup di bumi ini mau tidak mau harus menggunakan internet dalam segala aktivitasnya. Yang tidak menguasai internet, ya akan tertinggal di landasan. Pah poh, opo-opo takon.
Lalu mau bekerja apa pada era ini? Semua serba digital. Yang gaptek akan tersingkir. Menurut para ahli, ini adalah eranya para analis data. Mereka yang paling banyak berperan. Profesi yang lain belum jelas benar. Bahkan, anak-anak usia SD saat ini, belum ada jenis pekerjaannya pada waktu mereka lulus sarjana nanti, Nah…
Namun pada ahli masa depan, sudah mengingatkan generasi sekarang. Agar mereka mampu bersaing memenangkan kompetisi di era Era Revolusi Indutri 4.0, orang-orang muda mesti mempunyai setidaknya empat karakter ini: biasa berpikir kritis, kreatif, komunikatif dan kolaboratif.
Kalau mau cari contoh siapa orang muda yang mempunyai empat karakter futuristik ini, dia adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Indonesia Maju 2019-2024, saat ini, Nadiem Makarim. Ia adalah benar-benar generasi milenial yang kritis, kreatif, komunikatif dan kolaboratif.
Siapa yang berani menyanggah, bahwa Nadiem itu sukses pol, dengan asset perusahaan Gojek yang ia dirikan mencapai ratusan triliun rupiah. Woo. Berapa juta orang yang bergabung di Gojek, dan mereguk kesejahteraan dari usaha kolaboratif ini.
Nadiem mempunyai tanggungjawab, mengantar sekitar 52 juta orang muda (usia 16-30 tahun), yang adalah penduduk republik ini untuk mampu bertarung memenangkan lompatan besar dalam bidang teknologi ini.
Semoga Nadiem mampu mengemban amanah ini, dan sukses menghantar orang muda Indonesia yang jumlahnya hampir sama dengan penduduk Kerajaan Malaysia ini, untuk mampu menggapai masa depan yang gemilang. Yakni dengan menyiapkan system Pendidikan yang futuristik. Dimana peserta didik di sekolah-sekolah, mendapat gemblengan intelektual, sosial, ideologi dan entrepreneurship yang memungkinkan mereka memiliki daya nalar yang tinggi, Higher Order Thingking Skill (HOTS). Dimana orang-orang muda pemilik masa depan ini mampu berpikir sampai pada level mengevaluasi, menganalisis dan mencipta. Tidak sekadar menghafal atau melakukan apa yang diperintahkan.
Kita yakinkan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru pertama kali jadi Menteri ini mampu menyiapkan sistem pendidikan yang dapat mengantarkan 52 juta penduduk usia muda saat ini pada level kehidupan yang selaras dengan Era Revolusi Industri 4.0, dengan kemampuan bernalar yang tinggi, berkarakter kreatif, kritis, komunikatif dan kolaboratif. (Anton Sumarjana, pengamat masalah sosial, tinggal di Yogyaarta)