BERNASNEWS.COM – Beberapa daerah di Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah merupakan penghasil salak pondoh, salah satu yang terkenal adalah Kecamatan Srumbung. Banyaknya hasil panen seringkali membuat petani bingung karena harganya yang begitu murah sehingga hanya dibiarkan begitu saja di pohon tanpa ada usaha untuk mengolah atau menafaatkannya.
Padahal buah salak memiliki banyak kandungan gizi, di antaranya adalah energi, protein, karbohidrat, lemak, kalsium, fosfor, zatbesi, vitamin C, serat dan beberapa gram vitamin B serta mineral. Bahkan kulit buah salak juga memiliki kandungan gizi.
Atas dasar hal tersebut, tim pengabdian masyarakat Fakultas Pertanian dari UPN “Veteran” Yogyakarta menggagas pelatihan aneka olahan berbahan dasar limbah salak, yaitu biji salak dan kulit salak bagi Kelompok Wanita Tani (KWT) Sekar Pande Dusun Pandean, Jeruk Agung, Srumbung, Magelang yang dilakukan di CV Crystal di Kecamatan Turi, Sleman, Selasa (23/7/2019).
Menurut Ketua Tim Pengabdian Masyarakat dari Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Yogyakarta UPNVY di KWT Sekar Pande Dusun Pandean, Eko Murdiyanto, pelatihan ini merupakan langkah awal dalam pemanfaatan limbah salak. Eko menjelaskan, program pengabdian ini akan berakhir pada bulan Desember dengan harapan KWT Sekar Pande dapat melakukan usaha pengolahan kopi dan teh salak secara mandiri dan berorientasi bisnis.
Teguh Kismantoroadji, anggota Tim Pengabdian, menambahkan bahwa warga Pandean membutuhkan cara lain dalam memanfaatkan buah salak dan kulit salak yang melimpah agar tidak hanya dibiarkan membusuk begitu saja ketika musim panen.
“Sebenarnya KWT Sekar Pande sudah dapat membuat sari salak, minuman yang berasal dari buah salak, namun ada yang lebih menarik yaitu kopi biji salak dan teh kulit salak karena bahan yang diperlukan untuk membuat kopi dan teh salak mudah ditemukan dan tersedia cukup banyak di Pandean. Oleh karena itu ibu Sri Sudjarwati dari CV Crystal kami minta melatih KWT Sekar Pande,” kata Teguh.
Pemateri pelatihan Sri Sudjarwati, pemilik CV Crystal, menjelaskan, untuk membuat kopi salak pertama kali dipilih biji salak yang sudah tua dicuci dan direndam beberapa hari, sesekali dikosek atau digosok pelan-pelan saja. Biji salak yang sudah dicuci bersih kemudian dikeringkan sampai menjadi sangat ringan.
Menurut Sri Sudjarwati, sebaiknya biji salak dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari agar diperoleh biji yang kering secara natural berwarna hitam, mengecil dan lebih ringan daripada semula. Selama proses penjemuran sesekali dicek apakah ada biji salak yang berjamur atau tidak. Jika ada yang berjamur segera singkirkan. Dibutuhkan waktu kira-kira 4 sampai 6 minggu untuk benar-benar kering. Biji salak yang telah dijemur selama 1 bulan kemudian dicuci untuk menghilangkan debu-debu atau kotoran yang menempel.
Sri Sudjarwati lebih lanjut menjelaskan bahwa biji salak yang sudah kering disangrai di atas wajan/ kuali selama 30 menit-1 jam hingga menghitam. Setiap 10 menit sekali diaduk supaya biji salak tidak gosong dan panas merata. Setelah dingin, biji salak dihancurkan dengan mesin penggiling. Proses penggilingan dilakukan 2 tahap yaitu pertama dengan ring penghancur dan kedua dengan ring penepung. “Bagian akhir proses ini diilakukan pengemasan sesuai yang diinginkan,” kata Sri Sudjarwati.
Untuk membuat teh salak prosesnya tidaklah rumit dan membutuhkan alat-alat yangs sederhana. Sri Sudjarwati kemudian menjelaskan bahwa proses pembuatan teh salak dimulai dari kulit biji salak disortasi dan dijemur di atas anjang-anjang selama 1-2 bulan hingga kering (saat diremas seperti kemripik). Setelah itu kulit salak dioven selama 30 menit-1 jam pada suhu 1100 C, pada 20 menit awal pindahkan di bagian rak atas oven.
Setelah dingin kemudian digiling dengan alat blender sambil dicampur dengan mawar kering (perbandingan 1 kg kulit salak 1 ons mawar kering). “Pencampuran dengan mawar ini untuk memberikan aroma harum pada teh,” papar Sri Sudjarwati.
Setelah tercampur dengan baik masukkan teh ke dalam kemasan tea bag sebanyak 3/4 tea bag dan tutup dengan sealer dan masukkan pada kemasan alumunium foil.
Indah Widowati, salah satu anggota tim menambahkan bahwa kegiatan ini bukan sekedar pelatihan, tetapi ada pendampingan sampai KWT Sekar Pande bisa mandiri dalam mengolah biji dan kulit salak. Oleh karena itu akan ada pendampingan dari tim pada KWT Sekar Pande.
Ketua KWT Mekar Sri Widiastuti merasa gembira mendapat pelatihan pengolahan limbah salak. “Selain menambah ilmu juga dapat mengetahui cara dalam memanfaatkan limbah salak” kata Sri Sudjarwati. (*)