BERNASNEWS.COM — Empat hari menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2019-2024 pada 20 Oktober 2019, Paus Fransiskus secara khusus memberikan berkat untuk Bangsa Indonesia seraya berharap agar Indonesia hidup dalam damai. Berkat itu menjadi nyata ketika Paus Fransiskus berkenan menandatangani kertas yang bertuliskan Pace Per Il Popolo Indonesiano–La Mia Benedizione, Papa Francesco (Damai untuk Bangsa Indonesia–Berkatku, Papa Fransiskus) pada Rabu (16/10/2019).
Tulisan berisi berkat itu dimintakan Ketua Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa) AM Putut Prabantoro dan Gora Kunjana, wartawan Investor Daily dari Berita Satu Group, kepada Paus Fransiskus dalam tradisi audiensi umum yang jatuh setiap hari Rabu. AM Putut Prabantoro membagikan tulisan itu kepada Bernasnews.com, Kamis (17/10/2019).
Bagi Putut Prabantoro, Alumnus Lemhannas RI-PPSA XXI, peristiwa itu merupakan perjumpaannya yang kedua dengan Paus Fransiskus menyusul pertemuan pertama pada 28 Oktober 2015. Kepada Paus diberikan batik dari Indonesia yang merupakan titipan dari Ketua Forkoma PMKRI, Hermawi Taslim. Dalam audiensi itu, baik Putut Prabantoro dan Gora Kunjana mengenakan busana adat Yogyakarta.
Menurut Putut Prabantoro, gagasan untuk meminta berkat bagi Bangsa Indonesia dari Paus Fransiskus sudah ada sejak keberangkatan dari Indonesia. Meskipun kesempatan untuk bertemu Paus dalam audiensi umum yang dihadiri ratusan ribu orang sangat kecil kemungkinannya, gagasan untuk memohon berkat itu tetap dilakukan dengan menuliskannya pada kertas tebal.
Oleh karena itu, pada malam sebelumnya, bersama Suster Matilda INSC, Suster Maria Matrona Ola INSC dan Pastor Suherman Pr dari Keuskupan Tanjung Karang, yang ketiganya sedang studi di Roma, Italia, draft berkat dari Paus itu ditulis. Akhirnya, Suster Matrona Ola diminta untuk menuliskan draft berkat yang sudah disepakati.
“Dalam audiensi umum yang dihadiri ratusan ribu orang, setiap peziarah selalu berharap dapat menyentuh atau bersalaman dengan Paus. Namun tidak ada seorang pun yang bisa memperkirakan apakah harapan untuk menyentuh atau bersalaman dengan Paus dapat terwujud. Biasanya yang akan dihampirii oleh Paus adalah anak-anak kecil ketika berkeliling di tengah-tengah peziarah dengan mobil kehormatannya. Bahkan ketidakpastian ini juga dialami oleh para peziarah yang mendapat tempat khusus di sekitar podium,” ujar Putut Prabantoro yang juga Ketua Presidium Bidang Komunikasi Politik ISKA (Ikatan Sarjana Katolik Indonesia).
Sudah sejak subuh, Putut Prabantoro dan Gora Kunjana hadir di luar lapangan St Petrus Vatikan karena akses berkontrol belum dibuka. Pada pukul 08.00, akses berkontrol dibuka dan karena berada pada urutan pertama, keduanya mempunyai kesempatan memilih tempat yang dianggap paling strategis untuk mendapat perhatian Paus. Tempat yang dipilih keduanya adalah posisi kursi paling depan yang berhadapan langsung dengan tribun Paus.
Meski demikian keduanya menyadari bahwa dapat bersalaman dengan Paus adalah persoalan mukjizat mengingat tak seorangpun bisa “menyetir” Paus kepada siapa harus disalami. Pengecualian terjadi bagi mereka yang memang sudah direncanakan untuk disalami dan berada di tempat yang khusus.
Selain itu, meskipun mendapat kesempatan memilih tempat yang dianggap paling strategis, keduanya tetap harus dituntut bersabar dan menahan lapar, menunggu kehadiran Paus beberapa jam ke depan. Mereka mengaku tidak berbekal apa-apa namun disadari itu merupakan risiko yang harus diambil untuk bersama-sama dengan ratusan ribu peziarah lain mengharap terjadinya mukjizat dapat bersalaman dengan Paus.
“Mengenakan busana adat Jawa merupakan salah satu bentuk upaya mengambil perhatian Paus. Tadinya kami ingin membatalkan untuk mengenakan karena malam hari sebelumnya hujan deras mengguyur kota Roma. Namun karena sudah kepalang tanggung, kami akhirnya tetap mengenakan busana adat Jawa. Jika nanti ada perubahan cuaca dan hujan datang, ya risiko harus ditanggung. Saya kira mengenakan busana tradisional dalam audiensi bukan ide yang salah. Namun demikian, tetap saja itu tidak menjamin bahwa Paus akan menengok ke kita. Semua serba tidak pasti, para peziarah tetap bahagia sekalipun tidak bersalaman dengan Paus. Tapi yang kami alami adalah suatu mukjizat, Paus menengok kepada kami, Paus menghampiri dan kami bersalaman agak lama dan bahkan menandatangani kertas yang dibawa oleh mas Putut Prabantoro,” ujar Gora Kunjana.
Seperti biasa, Paus ke luar dengan mengenakan mobil kebesaran dan jalur pertama adalah lewat di depan para peziarah yang duduk paling depan termasuk Putut Prabantoro dan Gora Kunjana. Kehadiran Paus di publik langsung disambut dengan tepuk tangan dan teriakan “Papa Francesco” dari para peziarah. Tanpa mau meninggalkan momentum itu, Putut dan Gora juga meneriakkan kata “Papa Francesco” yang melewati para peziarah yang duduk di bangku depan namun berbatas pagar kayu.
Tiba-tiba Paus menengok kepada keduanya agak lama, demikian kisahnya, dan seakan memberi tanda.
“Paus mengenal kalian sepertinya. Itu tangannya menunjukkan sesuatu dan matanya terus kepada kalian,” ujar Rosa, peziarah dari Italia, yang duduk di sebelah Putut Prabantoro.
Paus terus berkeliling dan teriakan “Papa Francesco” dari ratusan ribu peziarah tidak surut. Mereka yag di duduk di baris paling depan tidak tahu apa yang sedang terjadi di bagian belakang.
“Dan ketika kendaraan kebesaran berhenti di depan tribun setelah berkeliling, tiba-tiba Paus turun dan menghampiri kami. Tepat seperti yang dikatakan oleh ibu Rosa dari Italia. Sungguh kami merasa memang menjadi perhatian Paus. Tanpa menyia-nyiakan waktu, mas Putut Prabantoro mengeluarkan kertas yang harus ditandatangani Paus dan saya memberikan hadiah batik. Ketika Paus disodori kertas, beliau membaca sesaat dan kemudian menandatanganinya dengan spidol hijau yang telah disiapkan kami. Dan…Paus memberkati bangsa Indonesia dan berharap bangsa Indonesia damai,” cerita Gora Kunjana, yang mengaku bersama Putut Prabantoro berteriak bahagia setelah Paus menandatangani Berkat Damai untuk Bangsa Indonesia. (AM Putut Prabantoro)