Andi Kurniawan, Mahasiswa Yatim Piatu, dari Jualan Sepatu Hingga Lulus Cumlaude

BERNASNEWS.COM — Bagi kebanyakan orang, acara wisuda setelah lulus perguruan tinggi merupakan momen yang istimewa. Sehingga orangtua maupun sanak saudara pun ikut hadir mendampingi dan menikmati kebahagiaan bersama-sama. Namun tidak demikian bagi Andi Kurniawan, salah seorang lulusan UPN “Veteran” Yogyakarta yang diwisuda di Gedung Auditorium WR Supratman UPNVY, Sabtu (12/10/2019) lalu.

Lulusan Jurusan Ilmu Komunikasi UPNVY ini tidak ditemani oleh kedua orangtuanya. Sebab, sang ayah sudah meninggal sejak ia berusia 3 tahun. Sementara sang ibu meninggal saat Andi duduk di kelas 2 SMA. “Saya diantar oleh tanta, adik ibu. Sejak kedua orangtua saya meninggal, tanta yang membantu saya,” kata pemuda yang lahir di Klaten, 13 September 1995 ini, seperti dikutip Kasubbag Kerja Sama dan Humas UPNVY Markus Kusnardijanto S.Sos dalam rilis yang dikirim kepada wartawan, Rabu (16/10/2019).

Andi mengaku sejak ayahnya meninggal dunia, sang ibulah yang mengurus semua kebutuhan hidupnya dan kedua kakaknya. Namun kemudian, sang ibu jatuh sakit dan ia harus hidup mandiri. “Sebelum meninggal, ibu sakit stroke. Saat itu saya yang merawat karena ibu tidak bisa apa-apa,” cerita Andi dengan wajah sedih.

Andi Kurniawan meluapkan kegembiraan dengan melempar toga usai diwisuda di UPNVY, Sabtu (12/10/2019). Foto : Humas UPNVY

Karena harus merawat sang ibu, Andi pun harus absen sekolah selama 3 bulan. Saat itu ia sudah putus asa dapat melanjutkan sekolah di SMK Putra Tama Bantul. Namun, pihak sekolah tetap memberi kesempatan Andi untuk melanjutkan sekolah karena memahami kondisinya.

Setelah sang ibu meninggal, Andi kemudian diangkat anak oleh tetangganya. Namun lagi-lagi berita duka menghampiri Andi, sang ayah angkat meninggal dunia dua tahun setelah kepergian ibunya. “Saat saya sedang mencari universitas, ayah angkat saya meninggal. Rasanya sedih sekali ditinggalkan orang-orang tersayang dalam waktu berdekatan,” kata Andi.

Meninggalnya sang ayah angkat tak membuatnya putus asa untuk meneruskan ke bangku kuliah. Berbekal sisa tabungan dari uang saku, ia nekad mendaftar ke perguruan tinggi. Saat itu ia juga diterima bekerja di salah satu toko buku di Yogyakarta. Gaji yang diterima digunakan untuk membiayai hidup setiap bulan.

“Saya tidak ingin merepotkan keluarga, jadi saya harus bisa mandiri. Yang saya pikirkan adalah bagaimana saya bisa beli makan untuk hari ini, untuk besok,” ujar Andi sambil berkaca-kaca.

Beruntung saat diterima di UPNVY, Andi mendapatkan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) golongan 1 sebesar Rp 500 ribu per semester. Pada semester dua, ia kemudian mendapat beasiswa Bidikmisi sehingga gratis biaya kuliah.

Diakui Andi, meskipun mendapat biaya hidup dari program Bidikmisi, namun tidak mencukupi sehingga ia tetap bekerja. “Jam kerja saya waktu itu siang, sehingga setelah kuliah saya baru berangkat. Namun karena tugas kuliah semakin banyak, saya memutuskan mundur dari tempat kerja,” katanya.

Selama menjadi mahasiswa, Andi mengaku tidak bisa mengikuti organisasi maupun kegiatan di kampus karena sibuk bekerja. “Aktivitas saya kuliah, pulang, antar barang, terus jualan. Jadinya tidak punya waktu untuk ikut kegiatan di kampus,” kata Andi.

Setelah mundur dari pekerjaan, Andi kemudian mencoba peruntungan dengan menjadi reseller sepatu. Ia menjual sepatu secara online. Awal berjualan diakui Andi sangat susah untuk memasarkan. Bahkan ia hanya bisa menjual dua pasang sepatu selama 2 bulan.

“Kemudian saya coba mencari produsen sepatu dengan model dan harga yang lebih murah. Akhirnya pada bulan ketiga saya jualan mendaptakan untung yang lumayan,” katanya.

Andi mencoba membawa produk sepatu ke kampus saat kuliah. Ia mencoba menawarkan sepatu tersebut kepada teman-teman kuliah. “Saya bawa 5 kardus sepatu kalau kuliah. Ada teman yang tanya-tanya dan beli. Dari situ produk sepatu saya menjadi dikenal,” kata Andi yang kini menjadi penyiar radio di Yogyakarta tersebut.

Bermodal keuntungan dari hasil penjualan sepatu yang ia tabung, Andi memberanikan diri membuka kios. Ia menyewa lahan kosong di depan tempat kosnya untuk dibangun bangunan semi permanen sebagai kios. “Alhamdulillah dengan usaha sepatu ini saya bisa menyelesaikan kuliah. Kadang iri dengan teman-teman yang bisa menjadi aktivis organisasi atau sibuk kegiatan kampus, sedangkan saya tidak bisa seperti mereka,” kata Andi sedih.

Andi menyadari bahawa hidup ini memang tidak mudah. Diperlukan perjuangan dan kerja keras, sehingga ia berpesan agar selalu bersyukur. “Saya percaya setiap orang punya jalan masing-masing. Rintangan apapun jangan dijadikan alasan untuk berputus asa apalagi menyerah karena Tuhan mempunyai rencana yang indah,” kata Andi Kurniawan. (lip)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *