BERNASNEWS.COM — Bagi generasi milenial jelas tidak banyak yang mengenal satu jenis kuliner khas dari Gunungkidul, bernama Gatot seperti nama orang ini. Sebagai makanan Gatot biasanya selalu bersanding dengan Thiwul, kedua jenis makanan ini bahan dasarnya sama terbuat dari olahan gaplek, yaitu ubi singkong yang telah dikeringkan dengan cara dijemur.
Selain masih dijual dan mudah ditemukan di beberapa pasar tradisional, Gatot dan Thiwul juga sudah ada yang menjual dengan bungkus kemasan besek dan bermerk, sebagai oleh-oleh makanan khas dari Gunungkidul, seperti halnya Bakpia dari Yogyakarta. Untuk di pasar-pasar tradisional Gatot Thiwul biasa dijual pagi hari, sehingga makanan ini tidak mungkin untuk disajikan pada sore hari sebab parutan kelapa sebagai penyedap rasa tidak bisa tahan lama.
Padahal disajikan kala sore hari sebagai teman minum kopi, Gatot Thiwul pun tetap lezat. Dan peluang inilah yang diambil oleh Bu Hadi penjual Gatot Thiwul, di Jalan AM. Sangaji (Jalan P. Mangkubumi), Yogyakarta. Tepatnya di seberang depan Gereja Jetis Yogyakarta. Bu Hadi buka setiap hari jam 17:00 – 19:30 WIB, berjualan sejak tahun 1970.
Usaha ini telah dijalani secara turun temurun hingga Bu Hadi sebagai generasi yang ketiga, tidak hanya Gatot Thiwul yang dijual, ada juga makanan tradisional lainnya, seperti Cenil makanan yang juga sama berbahan tepung kanji dari singkong dan Lopis makanan berbahan dari ketan. Cenil dan Lopis disajikan dengan parutan kelapa, serta juruh (saus) gula kelapa.
Bu Hadi menjual dagangan Gatot, Thiwul, Cenil dan Lopis dengan perhitungan per bungkus, setiap bungkusnya dibandrol dengan harga yang cukup terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Tak heran apabila setiap sore menjadi buruan para pelanggannya dan sudah habis sebelum waktunya tutup, meskipun harga cukup murah namun soal cita rasa dan kuwalitas Bu Hadi senantiasa menjaganya. (Sasya Wibisono, Mahasiswa Public Relations ASMI Santa Maria Yogyakarta)