BERNASNEWS.COM — Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia (HARPI) Melati Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Kabupaten Bantul bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan Kabupaten Bantul, Jumat (30/08/2019), menggelar Seminar Tatarias Pengantin dan Upacara Adat Gaya Yogyakarta, Demo Pemasangan Prodo TRP Paes Ageng, di Pendapa Omah Kampung, Jalan Bantul, Bantul, DIY.
Dalam seminar yang dihadiri oleh lebih dari 200 ahli rias pengantin di DIY dan ada yang datang dari Magelang, Jawa Tengah ini menghadirkan nara sumber Dra. Kinting Handoko, M.Sn, dr. Wigung Wratsangka, dan Mamuk Rahmadona, S.Sn, sebagai moderator Angger Sukisno.
Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Bantul Nugroho Eko Setyanto, S.Sos, MM, menjelaskan, bahwa kerja sama dan seminar semacam ini baru kali pertama kali diselenggarakan. Sehingga bagi Dinas Kebudayaan Kabupaten Bantul menjadikan kebanggaan karena ini merupakan bagian dari upaya nguri-nguri (melestarikan kebudayaan di Bantul, khususnya di bidang budaya tata cara adat dan rias pengantin gaya Yogyakarta.
“Kerja sama dengan HARPI Melati Kabupaten Bantul semoga bisa berlanjut. Sungguh menjadi kebanggaan bagi kami dikarena semula berdasar kemampuan dari Dinas Kebudayaan Kabupaten Bantul hanya diperuntukan bagi 60 perias pemula saja, namun dapat berkembang menjadi lebih dari 200 peserta dan merambah ke anggota HARPI Melati se DIY,” tutur Nugroho Eko Setyanto.
Menurut Nugroho Eko Setyanto, pernikahan itu bersifat sakral dimana dilaksanakan upacara-upacara adat meskipun disesuaikan dengan kemampuan. Ketika dunia berkembang, tentu kebudayaan pun juga ikut berkembang sesuai dengan masing-masing kearifan lokal atau nilai-nilai. Sehingga diperlukan sebuah pakem atau aturan-aturan tertentu sebagai acuan dan dasar-dasar pengembangan lebih lanjut.
Dra. Kinting Handoko, M.Sn, menyampaikan rias pengantin gaya Yogyakarta ada tujuh tatarias pengantin yang sudah dibakukan oleh DPD HARPI Melati DIY. Yaitu, Tata Rias Pengantin (TRP) Paes Ageng, TRP Paes Ageng Kanigaran, TRP Paes Ageng Jangan Menir, TRP Paes Jogja Putri, TRP Kasatrian Ageng Selikuran, TRP Kasatrian Ageng, dan TRP Jogja Berkerudung Tanpa Paes.
“Rencana dari DPD HARPI Melati DIY, ketujuh tata rias pengantin yang telah dibakukan akan diterbitkan dalam bentuk buku sebagai pegangan bagi para perias yunior maupun senior. Karena dalam uji kompetensi nanti adalah berdasarkan pakem, bukan tata rias dalam bentuk pengembangan atau modifikasi,” terang Kinting Handoko yang juga seorang dosen seni.
Sementara itu, dr. Wigung Wratsangka yang juga sebagai pranata adicara (MC) kondang, menerangkan tentang upacara adat dalam pernikahan gaya Yogyakarta yang bersumber dari adat budaya Kraton Yogyakarta. Tanpa bermaksud mengadili salah atau benar, Wigung mengimbau agar para perias pengantin dalam menyikapi perkembangan budaya berkaitan dengan tata cara maupun tata rias pengantin paham akan paugeran dan pakem atau aturan-aturan bakunya.
“Termasuk kerja sama antara perias pengantin dengan pranata adicara, bisa saling ngemong ulat atau bersinergi dengan baik agar tata cara adat perhelatan pernikahan yang ditampilkan bisa semakin bagus dipandang oleh para tamu yang hadir. Termasuk dalam pagelaran tari “edan-edanan” itu hanya milik dalam kraton, makanya saya selalu menyebutnya sebagai tari tolak bala (penolak bahaya) maupun tarian nirbaya,” katanya.
Sesi terakhir dari nara sumber Mamuk Rahmadona, S.Sn, berupa Demo Pemasangan Prodo TRP Paes Ageng. Prodo adalah lembaran tipis semacam kertas dari emas yang dipergunakan sebagai penghias pada kening pengantin wanita. Dalam hal ini, Mamuk yang juga pernah menjurai lomba rias tingkat nasional ini memberikan tips-tips cara pemasangan prodo secara cepat, praktis, dan hasilnya menjadikan pengantin wanita tambah cantik.
Acara seminar diakhiri dengan demo atau pagelaran upacara adat panggih pengantin gaya Yogyakarta, lengkap dengan segala pernak-perniknya, hingga pengantin duduk di pelaminan, dengan upacara dipandu langsung oleh Wigung Wratsangka. Juga aksi tarian tolak bala atau nirbaya sebagai bagian dari asesori upacara tersebut. (ted)