Sempat Gagal, Kini Rumah Tempe Srikandi Geneng Beromset Rp 8 Juta/ Bulan

BERNASNEWS.COM —Belajar dari kegagalan. Itulah yang dilakukan pengelola Rumah Tempe Srikandi Geneng (RTSG), Klaten, Jawa Tengah. Ketika awal memproduksi tempe dengan bahan baku kedelai, sempat gagal karena kedelai yang diolah gagal menjadi tempe. Namun, hal itu tidak membuat ibu-ibu yang bekerja dan mengelola RTSG itu putus asa, apalagi menghentikan kegiatan. Kegagalan itu justru memacu semangat mereka untuk selalu berusaha membuat tempe sampai berhasil.

“Kami produksi dari nol. Dari awal gak langsung jadi. Bahkan pernah sekitar satu kuintal kedelai mengalami kegagalan. Namun, alhamdulilah sampai sekarang kami sudah bisa produksi dengan omset kurang lebih Rp 8 juta per bulan,” kata Selly Marfiana, Ketua Rumah Tempe Srikandi Geneng yang juga Ketua PKK Desa Geneng, ketika dihubungi Bernasnews.com melalui layanan pesan whatsapp (WA), Selasa (7/8/2019).

Tempe kripik produksi RTSG Klaten yang renyah dan gurih. Foto : Philipus Jehamun/ Bernasnews.com

Rumah produksi tempe berbahan baku kedelai yang dikelola ibu-ibu PKK Desa Geneng, Klaten yang dipimpin Selly Marfiana, istri Lurah Desa Geneng Agung Saputro, ini berkembang pesat. Kini omset mencapai Rp 8 juta per bulan.

Tempe yang diproduksi RTSG ini sangat renyah dan gurih. Selain tempe mentah, sedikinya ada tiga rasa tempe kripik yang siap konsumsi diproduksi yakni rasa gurih/ original, pedes, dan tempe sagu yang dijual dengan harga Rp 15.000 per bungkus. Rumah produksi tempe yang dikelola ibu-ibu binaan PKK Desa Geneng ini bekerja sama dengan PT Sari Husada yang dibiayai dari dana Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai salah satu bentuk tanggungjawab sosial perusahaan susu terkenal itu.

Tempe mentah dalam kemasan plastik produksi RTSG Klaten. Foto : Istimewa

Menurut Selly Marfiana, usaha ini merupakan salah satu program PKK Desa Geneng untuk memberdayakan perempuan-perempuan pedesaan agar produktif. Selain sebagai wadah untuk memberikan ketrampilan juga dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pengelola maupun masyarakat melalui tempe yang dijual.

Seorang karyawati RTSG yang ditemui Bernasnews.com di rumah produksi tempe tersebut beberapa waktu lalu mengatakan, sedikitnya ada 20 perempuan yang bekerja memproduksi tempe di tempat tersebut, masing-masing 10 orang yang membuat tempe dan 10 orang membuat kripik. Mereka telah mendapatkan ketrampilan cara membuat tempe mulai dari bahan baku kedelai menjadi tempe lalu tempe yang sudah jadi diolah lagi menjadi produk tempe kripik yang siap dikonsumsi. Dan sampai sekarang pasar produk tempe tersebut masih sekitar desa hingga kecamatan. Karena semua pekerjanya adalah perempuan dari Desa Geneng sehingga diberi nama Rumah Tempe Srikandi Geneng.

Karyawan dan pembeli menunjukkan produk tempe buatan RTSG. Foto : Philipus Jehamun/ Bernasnews.com

“Kami belum merambah pasar luar daerah, selain karena produksi yang masih terbatas juga promosi yang masih kurang,” kata wanita berkerudung itu sambil mempersilahkan Bernasnews.com untuk menanyakan lebih lanjut kepada Bu Lurah (Selly Marfiana, red) tentang Rumah Tempe Srikandi Geneng tersebut.

Salah seorang pembeli, Vincentia Lies Ratnawati asal Jogja mengaku tempe kripik buatan RTSG sangat renyah dan gurih. “Harganya juga termasuk murah,” kata Lies Ratnawati yang kebetulan jagong manten di sekitar RTSG pada 14 Juli 2019 lalu bersama saudaranya, Caecilia Sri Hastuti.

Jeremias Lemek SH yang akrab disapa Pak Jery, seorang Advokat/Pengacara kondang, juga mengaku rasa tempe kripik sangat gurih, enak dan renyah. “Saya sangat suka kalau dimakan dengan soto. Sangat cocok, gurih dan renyah,” kata Pak Jery sambil menyicipi tempe kripik buatan RTSG di rumah tempe tersebut beberapa waktu lalu. (lip)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *