Patung Porno hingga Karya Vandalisme Jadul di Candi Sukuh

BERNASNEWS.COM — Berwisata ke candi-candi peninggalan zaman abad lalu, selain pikiran menjadi fresh atau segar, kita juga akan mendapat pengetahuan betapa tingginya budaya dan peradaban masa lalu. Hal ini, juga merupakan bukti bahwa peninggalan candi-candi yang ada di bumi Nusantara adalah saksi kebesaran sejarah Indonesia berabad-abad silam yang tidak bisa dipungkiri.

Salah satunya situs atau peninggalan yang juga sebagai obyek wisata (obwis) adalah Candi Sukuh. Candi yang berlatar agama Hindu ini, terletak di lereng sebelah barat Gunung Lawu atau tepatnya di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Untuk berkunjung ke Candi Sukuh cukup mudah, wisatawan dapat memakai sepeda motor atau kendaraan roda empat, 36 kilo meter dari Kota Solo.

Udara Candi Sukuh lumayan sejuk karena berada di ketinggian 910 mdpl, juga dari bentuk bangunan yang dibuat pada tahun 1359 Saka atau 1437 Masehi berdasar sengkalan memet “Gapura Buta Anguntal Jalmo” ini cukup unik banyak yang mengatakan bentuk candi mirip dengan peninggalan budaya suku Maya, di Mexico, Amerika Selatan. Ada juga yang mengatakan seperti bentuk bangunan Piramid (Mesir) yang terpotong.

Selain keunikan-keunikan khas bangunan candi berupa patung dan ukiran relief penghias yang membedakan dengan candi Hindu lainnya. Candi Sukuh terdiri dari tiga teras dengan tiga gapura ini, berdasar pengamatan Bernasnews.com, Minggu (28/07/2019), ada peninggalan jejak yang mencuri perhatian sebagai pengunjung/ wisatawan, yakni pertama pada gerbang pertama kita disuguhi oleh patung lambang lingga dan yoni yang merupakan simbol candi Hindu, namun dalam bentuk vulgar yang berkesan “porno”. Dan di atas candi apabila kita cermati di antara batu-batu lantai puncak Candi Sukuh ada beberapa jejak vandalisme tahun 1947-1948, yang merusak wajah lantai, sebab berupa tulisan yang dipahat cukup dalam.

Seperti yang tertulis dalam Buku Candi Sukuh (Karya Suro Gendeng, Terbitan Juli 2010) yang dijual di lokasi candi, bahwa kesan sederhana keberadaan Candi Sukuh ini pernah ditulis oleh penulis berkebangsaan Belanda Dr. W.F Stutterheim dan diterjemahkan bebas oleh J.K Marto Subroto. Ada tiga argumen yang dikemukakan, yaitu pemahat candi bukanlah pemahat batu melainkan pemahat kayu yang berasal dari desa atau bukan undangi istana (professional). Kedua, adanya kebutuhan mendesak tempat pemujaan atau pura, sehingga pembangunannya tergesa-gesa. Dan yang ketiga, situasi politik ekonomi dan perdagangan menjelang keruntuhan Majapahit yang menyebabkan tidak memungkinkan membangun candi yang besar dan monumental. (ted)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *