BERNASNEWS.COM – Seorang pengusaha furnitur muda asal jepara, dengan bangganya update status di halaman social media, sedang duduk di kursi pantai, hasil produksinya di Jepara, saat berkunjung ke sebuah hotel mewah di pesisir pantai Jumeirah di emirat Dubai, UEA. Lain lagi dengan cerita Hartoyo, seorang perajin kayu tradisional di Desa Krebet, Kabupaten bantul. Saat penulis berkunjung ke bengkel kayunya di bantul. Ia memamerkan kotak catur hasil karyanya di halaman sosmed presenter ternama di Amerika, nampak gambar presenter itu sedang asyik duduk bersama temannya, sambil bermain catur disebuah kotak catur bernilai seni tinggi dan eksklusif. Betapa bangganya hasil furnitur dan kerajinan kayu Indonesia, menjadi kebanggaan di mancanegara.
Kebanggaan Hartoyo, dan pengrajin-pengrajin kayu di sentra-sentra kerajinan kayu dan furnitur di Jepara, Bantul, Yogyarta, Sukoharjo, Boyolali dan kota-kota lainnya di Indonesia. Sama dengan kebanggaan Raden Ajeng (RA) Kartini kala itu, ketika Ratu Wilhelmina mengagumi hasil kerajinan Indonesia, ketika dipamerkan pertama kali di Nationale Tentoonstelling voor Vrouwenarbeid (Pameran Nasional Karya Wanita) yang diadakan di Den Haag, Nederland pada tahun 1898. Dari Pameran itu lahirlah lembaga bernama Oost en West (Timur dan Barat). Lembaga itulah yang akhirnya membawa olah kerajinan kayu Indonesia go internasional untuk pertama kalinya. Kesejahteraan perajin kayu dikala itu terangkat berkat diplomasi dagang yang dilakukan oleh Kartini.
Lebih dari 120 tahun sejak era “Diplomasi Kartini” untuk membawa ukiran kayu Indonesia ke perdagangan internasional. Kini nilai ekspor furnitur indonesia tumbuh mencapai 1,69 Miliar USD, setara dengan Rp 23,66 triliun (Sumber: Pusdatin, Kemenperin). Industri furnitur Indonesia, bisa menjadi industri strategis perekonomian nasional. Didukung sumber bahan baku kayu di Indonesia yang sangat besar, dengan potensi luas hutan yang mencapai 120,6 juta hektare, lebih dari 10% dari luas hutan Indonesia adalah hutan produksi, yaitu sebesar 12,8 juta hektare. Ditambah dengan 80% bahan baku rotan dunia berasal dari Tanah Air.
Dari sepuluh negara besar eksportir dunia China berada di posisi pertama dengan nilai ekspor sebesar 55% atau senilai USD 98,73 miliar, ditahun 2015. Diikuti oleh Jerman di posisi kedua, dengan pangsa pasar sebesar 9% atau senilai USD 16,29 miliar. Posisi ketiga Italia, dan keempat Amerika. Negara tetangga kita Vietnam di urutan ketujuh, dengan nilai ekspor sebesar 3% dengan nilai USD 5,48 miliar (sumber: BPPP, Kemendag). Mapping industri furniture di Indonesia tahun 2017, masih didominasi oleh industri kecil, yaitu sebanyak 180.567 industri kecil furnitur, sedangkan industri menengah furniture, sebanyak 1025. Sektor Industri furnitur menyerap 553.000 tenaga kerja (sumber: Ditjen Ikma, Kemenperin).
Keberpihakan berbagai pihak terhadap industri kecil furnitur perlu terus ditingkatkan, utamanya dalam hal promosi, melalui pendekatan-pendekatan diplomatik, seperti diplomasi dagang, yang pernah dilakukan. Promosi furnitur melalui kegiatan diplomatik perlu kembali dilakukan, agar furnitur Indonesia semakin dilirik oleh buyer dari luar negeri. Desain yang unik, original, dan bernilai seni tinggi menjadi keunggulan komparatif produk furnitur Indonesia. Terpanggil oleh rendahnya kesejahteraan pengukir tradisional, dan kekaguman Kartini dengan hasil ukiran tradisional masyarakat Jepara saat itu. Kartini melakukakan “Diplomasi dagang furnitur” melalui surat-suratnya.
Di era saat ini, dibandingkan dengan negara tetangga kita Filiphina, Promosi furnitur melalui pendekatan diplomatik, negara kita masih tertinggal. Strategi promosi industri furnitur Filiphina dirasa berhasil. Produk furnitur Filiphina kerap tampil di berbagai konferensi tingkat tinggi internasional. Pemerintah Filiphina memang getol memposisikan negaranya sebagai Pusat Desain Asia, dalam 10 tahun terakhir, dengan menitikberatkan pada kreativitas, kompetitif dan daya saing global. Produk-produk furnitur Filiphina, dikenal sebagai produk-produk furnitur dengan nilai artistik yang tinggi. Desainer-desainer furnitur filiphina mulai dikenal dunia, seperti Kenneth Cobanpue, dan Ito Kish. Bahkan Karya Kenneth Cobanpue, pernah dipakai di ruang konferensi tingkat tinggi APEC 2015.
Melihat keberhasilan strategi promosi furnitur Filiphina, sepertinya Indonesia perlu membangkitkan lagi diplomasi furnitur seperti di era Kartini, agar industri Furnitur dan desainer Furnitur Indonesia makin dikenal di manca negara,. Untuk diketahui saat ini Amerika serikat berada di urutan pertama negara importir terbesar furnitur dunia, sebesar 45%, disusul Jerman 14%, dan Inggris 8% (sumber:Trademap 2016). Perang dagang antara Tiongkok dan Amerika yang terus berlanjut dapat dijadikan peluang untuk meningkatkan ekspor furnitur Indonesia ke Amerika, dan negara-negara di Eropa. Di tengah perang dagang AS dan China ini. Bisa saja Indonesia bisa jadi Juaranya, dari Industri Furnitur, tentunya.
Penulis: Yogi Akbar Sunardiansyah, S.Ab., MM (Dosen Politeknik Industri Furnitur dan Pengolahan Kayu)