BERNASNEWS.COM — Hampir dalam seminggu ini jalan konblok yang berada di tengah Alun-alun Utara (Lor) Kraton Yogyakarta dibongkar, padahal kondisi jalan konblok yang membentang di tengah antara dua pohon beringin tersebut masih terlihat bagus. Dan bagi generasi milineal mungkin bertanya-tanya mengapa jalan konblok tersebut dibongkar.
Berdasarkan pantauan Bernasnews.com di Alun-alun Utara, Kamis (25/ 7/ 2019), pembongkaran jalan konblok yang membentang di tengah lapangan dan melingkari dua pohon beringin kurung (ringin kurung) Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru (Wijayandaru) itu sudah dilaksanakan hampir seminggu ini.
“Pembongkaran konblok sudah dilakukan sekitar seminggu dan menurut rencana wajah Alun-alun Utara akan dikembalikan seperti semula berupa hamparan lapangan saja tanpa jalan di tengahnya,” terang Ari dan Wahono, pekerja proyek pembongkaran.
Menurut catatan sejarah, lapangan berukuran 300 m x 300 m atau tepatnya halaman depan sebagai kesatuan dengan bangunan Kraton Yogyakarta dari bentuk aslinya Alun-alun Utara telah mengalami beberapa kali renovasi untuk memperindah, namun justru jauh dari makna filosofi.
Camat Kraton Drs S Widodo Mujiyatno saat dihubungi Bernasnews.com di tempat terpisah, menerangkan, pembongkaran kali ini antara lain dimaksudkan untuk dikembalikan hampir sama sesuai kondisi semula. Pembangunan konblok tengah itu sendiri dilakukan saat jumenengan Hamengku Buwono X.
“Alun-alun Utara masuk wilayah Kecamatan Gondomanan. Pembongkaran antara lain dimaksudkan untuk dikembalikan hampir sama sesuai kondisi semula. Dan pembangunan konblok tengah saat jumenengan Hamengku Buwono X,” kata Widodo.
Alun-alun Utara yang terletak di wilayah Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini telah beberapa kali mengalami renovasi. Ssekitar tahun 1970-an di tengah antara dua pohon beringin dibangun jalan beraspal hingga depan persis bangunan Pagelaran Kraton Yogyakarta, yang kala itu masih menjadi Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM). Selain itu ada dua kolam hias di sebelah utara kiri kanan pohon beringin, pinggiran jalan berhias lampu bertiang beton. Dan pada tahun 1975-an dua kolam yang berada di utara ringin kembar dibongkar, sehingga tinggal jalan aspal yang masih membelah di tengah Alun-alun Utara bersambung dengan jalan aspal yang melingkarinya.
Dan seiring ditutupnya ruas jalan depan bangunan Pagelaran Kraton karena adanya pembangunan perluasan sekitar tahun 1980-an, maka otomatis jalan yang berada di tengah Alun-alun Utara tidak berfungsi dan dibongkar, diratakan kembali hingga ketika jumenengan (naik tahta) Sri Sultan HB X tahun 1989 dibangun kembali berupa jalan konblok untuk keperluan prosesi jalan kereta kencana Kraton Yogyakarta.
Sungguh sangat disayangkan tatkala Bernasnews.com mencoba menghubungi Dinas Kebudayaan DIY, tidak ada yang mau menjelaskan tentang pembongkaran dan pembangunan kembali Alun-alun Utara Kraton Yogyakarta yang sakral dan mengandung makna filosofi yang sangat dalam dari perspektif kebudayaan.
Bahkan salah satu cerita para sesepuh abdi dalem kraton, konon Alun-alun Utara juga sebagai tempat untuk menuntut keadilan oleh rakyat dengan laku tapa pepe (bertapa dengan berjemur) sampai keadilan bagi dirinya didapatkan dari Sultan atau rajanya. (ted)