BERNASNEWS.COM — Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bersifat final dan mengikat. Ini adalah kesepakatan kita bersama. Sebagai orang beragama dan berbudaya tinggi mestinya hal ini menjadi pedoman bagi semua. Suka atau tidak suka, semestinya kita mendukung demi Indonesia yang lebih maju. Artinya bahwa saat ini kita hanya tinggal menunggu apa yang akan dilakukan Jokowi dan Amin Ma’ruf selaku Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2019-2024.
Hal pertama adalah membentuk kabinet. Ini paling ditunggu-tunggu oleh rakyat Indonesia. Karena merekalah yang akan membantu Presiden dan Wakil Presiden untuk mewujudkan janji-janji kampanyenya. Jokowi menginginkan calon pembantu-pembantunya adalah para eksekutor yang kuat. Beliau tidak peduli bahkan calon menterinanti ada yang masih berumur kepala dua atau 20-an tahun.
Obsesi Jokowi tentu cukup beralasan, karena faktanya bahwa hanya mengandalkan kepandaian semata tidak memadai. Apalagi kalau kemudian kebijakan dan program-program ideal akhirnya hanya berhenti menjadi wacana semata. Rencana sudah ada, tapi berakhir dengan angan-angan karena tidak berhasil mengatasi kendala, baik yang bersifat subyektif maupun obyektif.
Keberhasilan memilih menteri-menteri terbaik yang memiliki kapasitas maupun integritas adalah mutlak diperlukan. Para pembantu Presiden ini yang harus secara efektif dan efisien melakukan koordinasi dengan para pejabat di daerah terus berjenjang hingga sampai kepada pemerintahan terkecil yaitu RT. Tidak mudah karena harus ada langkah-langkah cerdas dan cepat bukan hanya informasinya, tapi yang lebih penting adalah kebijakan dan program pemerintah harus dapat dirasakan betul oleh masyarakat Indonesia.
Membangun Indonesia bukan hanya tugas pemerintah semata dalam hal ini eksekutif, tapi juga merupakan tugas seluruh komponen bangsa baik yudikatif maupun legislatif. Itulah kenapa APBN/APBD merupakan persetujuan bersama pemerintah bersama dengan DPR/D. Untuk mencegah tidak terjadinya penyalahgunaan kekuasaan di sinilah peran yudikatif menjadi sangat diperlukan.
Kalau pelaksanaan kebijakan dan program pemerintah sudah baik, maka anggota dewan sebagai wakil rakyat bisa menjadi kepanjangan tangan pemerintah. Tak perlu takut keberhasilan pemerintah akan menjadi penghalang oposisi untuk 5 tahun ke depan menggantikannya. Masyarakat sudah sangat cerdas, kalau oposisi memiliki kebijakan dan program terbaik bagi bangsa ini pasti akan didukung. Berpikir sebagai negarawanlah.
Hal kedua yang perlu dilakukan Jokowi dan Amin Ma’ruf adalah memastikan bahwa janji-janji kampanye bisa dipenuhi dan dilaksanakan dengan cara terbaik. Untuk ini semua pihak hendaknya fokus pada bagaimana agar semua kebijakan dan program pemerintah dapat terlaksana dengan baik.
Hal-hal yang sifatnya tidak mengena pada tujuan dan sasaran, apalagi hanya pada pemborosan harus ditinggalkan. Pemborosan SDM karena tidak kapabel, pemborosan penggunaan anggaran yang tidak tepat sasaran dan pemborosan waktu yang tidak jelas tujuannya. Semua fokus pada pelaksanaan rencana agar dapat mencapai target atau bahkan dapat melampaui target.
Menurut saya pemikiran kembali adanya Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang tersusun dengan baik diperlukan. Sebagaimana misalnya dalam melakukan pekerjaan terkecil pun butuh Standar Prosedur Operasional, maka demikian juga membangun bangsa ini butuh semacam GBHN agar tidak keluar dari pakem seharusnya. Di sinilah mungkin keberadaan MPR bisa berperan kembali, yang selama ini fungsinya kurang maksimal.
Tugas Jokowi Ketiga adalah memberikan wadah bagi para pemikir/para cendekiawan dengan seluas-luasnya agar potensi maksimal mereka dapat mewujudkan hasil pemikiran yang komprehensif untuk membangun Indonesia ke depan yang lebih baik. Merekalah yang semestinya sering melakukan kunjungan kerja ke luar negeri untuk melakukan studi banding secukupnya. Apakah hasilnya nanti di-copy paste-kan atau perlu adanya modifikasi disesuaikan dengan kearifan lokal yang akan menjadi catatan rekomendasi bagi para penyelenggara negara.
Di legislatif perlu pemikir-pemikir teruji agar dapat menghasilkan aturan-aturan yang baik dan implementatif. Di eksekutif juga perlu pemikir-pemikir yang luar biasa agar dapat melaksanakan semua program kerja. Demikian juga di yudikatif juga tidak kalah penting agar semua aturan tidak dilanggar dan setiap ada pelanggaran akan memperoleh sanksi sebagaimana yang diatur.
Singkatnya, bahwa membangun Indonesia berarti membangun sistem-sistem terbaik. Di sinilah peran kaum cendekiawan, para akademisi dan para pemikir untuk dapat merumuskan sistem terbaik. Mereka tidak boleh bertengkar sendiri, tetapi harus bisa bersama-sama merumuskan pemikiran terbaik sehingga menjadi sebuah sistem yang dapat mengantarkan untuk membangun Indonesia sebagai negara yang bisa mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Amien. (Drs Pat Nugraha, Kepala Sub Bagian Humas DPRD DIY)