BERNASNEWS.COM — BPS 2015 menunjukkan kontribusi UMKM pada PDB 60,34 persen, tenaga kerja 97,22 persen dan ekspor non migas 17,69 persen. Kontribusi UMKM terhadap PDB 60,34 persen artinya bahwa 60,34 persen jumlah produksi barang dan jasa secara nasional dihasilkan oleh UMKM, sedangkan usaha skala besar menghasilkan 39,66 persen.
Sumbangan UMKM lebih hebat lagi karena mampu menyerap 97,22 persen pekerja dan hanya 2,88 persen yang mampu diserap oleh usaha skala besar. Jumlah UMKM sebanyak 59,2 juta unit atau sebesar 99 persen dari total unit bisnis dan merupakan sumber produk-produk inovatif (Setiowati (2015).
Selain berkontribusi penting, UMKM menghadapi tantangan baik di dalam maupun luar negeri. Menurut Juhro (2018), dalam beroperasi UMKM dipengaruhi oleh tiga cakupan, yakni global, regional dan nasional. Pengaruh global antara lain penguatan nilai dollar AS; Bank Dunia memangkas pertumbuhan ekonomi dan Bank Sentral Tiongkok melakukan devaluasi Yuan. Pengaruh regional antara lain berupa depresiasi Ringgit (Malaysia) dan Bath (Thailand) dan berlakunya MEA. Sedangkan pengaruh nasional berupa sebagian kecil pelaku UMKM memakai bahan baku impor dan industri jasa keuangan mikro terkait keuangan internasional, penyerapan APBD & APBN masih rendah dan penghentian sebagian Belanja Bantuan Langsung Masyarakat dan Bantuan Sosial.
Ditinjau dari karakteristik sektoral, sebagian besar wirausaha UMKM Indonesia (48,9 persen) berusaha di sektor Primer (Pertanian; Peternakan; Kehutanan dan Perikanan), sedangkan di negara lain di ASEAN mayoritas wirausahanya berusaha di jasa dan perdagangan. Wirausaha di Malaysia (93,1 persen); Thailand (44,7 persen) dan Philipina (42,5 persen) berusaha di sektor jasa, sementara di Laos (62,9 persen), Kamboja (59,6 persen) dan Vietnam (39,8 persen) para wirausahanya berusaha di sektor perdagangan. Pengaruh dan karakteristik UMKM tersebut memicu timbulnya masalah yang kompleks pada bidang SDM; Pembiayaan, Pemasaran, Manajemen dan Teknologi dan Kelembagaan.
Ekonomi digital
Dari data di atas, peran UMKM dalam perbaikan ekonomi ke depan sangat penting. Para pengusaha ini berada pada level ekonomi kerakyatan. Presiden ke-4 RI KH Abdurrachman Wachid pernah menegaskan jika ekonomi rakyat digerakan dengan sungguh-sungguh, maka bangsa Indonesia tidak perlu berhutang ke Bank Dunia atau IMF. Potensi rakyat sendirilah yang akan sanggup memenuhi kebutuhan (Wisdom Gus Dur, 2014). Pertanyaannya, apa yang akan dilakukan pengusaha UMKM di era industri 4.0 dimana sistem serba digital yang disrupsi?
Secara leksikal, disrupsi bermakna mengganggu, terganggu dan terusik. Artinya, dengan hadirnya sistem ekonomi berbasis digital (familiar disebut e-commerce), tidak sedikit pihak yang terganggu, bahkan gulung tikar. Juhro (2018), dalam Profile Indonesian Digital Economy (Trade dan Services) menggambarkan besarnya market size e-commerce 2013-2019 (dalam juta dollar AS) berturut-turut adalah: 750 (2013); 1.100 (2014); 1.350 (2015); 1.850 (2016); 2.400 (2017); 2.950 (2018) dan 3.800 (2019). Pertumbuhan tersebut didorong oleh: (1) profil demografi, (2) pertumbuhan ekonomi yang kuat; (3) adopsi Information Communication Technology (ICT) yang tinggi dan (4) tumbuhnya pemain lokal.
Namun ada empat pengekang pertumbuhan yakni (1) infrastruktur yang kurang mendukung; (2) populasi unbanked yang masih tinggi; (3) adopsi cashless payment yang masih rendah; dan (4) kompetensi ICT masih rendah. Adapun peran e-commerce dalam UMKM antara lain: e-commerce memperluas usaha dan (2) peminat e-commerce meningkat pesat.
Namun fakta juga menunjukkan bahwa lebih dari 3.000 jenis UMKM belum menggunakan e-commerce dan pengusaha UMKM membutuhkan literasi teknologi. Meskipun ada UMKM yang belum menggunakan e-commerce, bagi yang telah menggunakan memperoleh manfaat. Penggunaan Digital Marketing memberikan manfaat berupa memudahkan pengusaha memberikan informasi dan berinteraksi langsung dengan pelanggan; memperluas jangkauan pasar, meningkatkan awarenenss pelanggan karena pengusaha rutin memperbaharui informasi mengenai produk setiap hari sekali; meningkatkan penjualan karena beberapa UMKM juga berkolaborasi dengan beberapa marketplace seperti Shopee dan Tokopedia; serta pengusaha kategori makanan dan minuman berkolaborasi dengan aplikasi Go-Food (Febriyantoro dan Arisandi, 2018).
Di India, penggunaan internet marketing oleh pengusaha skala kecil dan menengah memberikan manfaat berupa: (1) perbaikan produktivitas dan efisiensi, memberikan informasi secara mudah dan cepat kepada pelanggan, memperbaiki layanan pelanggan, menghemat biaya distribusi/logistik sekaligus berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan (Kadamudimatha, 2016).
Hasil penelitian Widyastuti dkk (2016) yang dilakukan terhadap perempuan pelaku usaha produktif di DIY menunjukkan bahwa pengusaha telah membatasi akses teknologi informasi dan komunikasi, menggunakan ponsel dan komputer untuk mengakses internet, akses internet meningkatkan keberlanjutan ekonomi perempuan. Eltayib dkk (2018) pada penelitiannya terhadap usaha kecil dan menengah di Khartoum (Sudan) antara lain memperoleh fakta: umumnya mereka tidak punya strategi khusus ketika mulai memakai media sosial dan kurang aktif berpartisipasi pada channel yang dipilih.
Dari owning ke sharing
Pada era ekonomi digital, pengusaha UMKM tidak cukup hanya mengandalkan kerja keras, produktivas dan kualitas produk, tetapi harus mengubah prinsip-prinsip dan cara-cara berbisnis (Kasali, 2017). Perubahan cara berbisnis yang paling sederhana adalah dari yang sangat menekankan owning (kepemilikan) menjadi sharing (saling berbagi peran atau kolaborasi sumberdaya).
Konsep kepemilikan memaksa pengusaha perlu memiliki sendiri semua sumberdaya untuk berbisnis. Hal demikian membutuhkan investasi dalam jumlah besar dan kadang justru tidak efisien dan menyulitkan. Pengusaha harus memasarkan produknya dengan membangun sistem sendiri. Selain tidak memiliki kompetensi untuk membangun dan mengelola, investasinya besar. Di sisi lain UMKM memiliki keterbatasan sumber, jenis dan jumlah investasi.
Di era ekonomi digital, cara berbisnis berubah. Kolaborasi sumberdaya dilakukan pengusaha UMKM dengan beberapa marketplace seperti Shopee, Bukalapak, Tokopedia, Traveloka dan Elevenia. Sejumlah pengusaha UMKM kategori makanan dan minuman seperti Martabak Casablanca, Parsley Bakery, RM Padang Duta Minang berkolaborasi dengan aplikasi Go-Food dan Grab-Food. Upaya tersebut dilakukan untuk meningkatkan kinerja namun tidak menambah investasi. Kolaborasi tersebut dilakukan berbasis prinsip win-win solution.
Pengusaha UMKM tetap harus bekerja keras dan cerdas, memperbaiki produktivitas, meningkatkan mutu dan mempertahankan ciri khasnya. Kerjasama memberikan manfaat bagi kedua belah pihak, pengusaha UMKM mendapat pesanan yang berarti ada penjualan, di pihak Gojek/Grab mendapat pendapatan dari pemakaian jasa transportasi dan return dari pemakaian aplikasi. Dengan demikian perubahan prinsip dari owning ke sharing, pengusaha UMKM bisa menekan investasi namun mampu meningkatkan kinerjanya. (Any Agus Kana, Dosen STIM YKPN Yogyakarta).