BERNASNEWS.COM – Wakil Ketua Umum Bidang Bina Prestasi (Binpres) Pengprov Forki DIY Irwansyah Ginting SE menyayangkan aturan mutasi atlet Porda di DIY dilanggar. Karena seharusnya perpindahan dan mutasi merupakan satu kesatuan dan dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat dojo/klub, pengkab/pengkot hingga masuk ke KONI DIY dan KONI DIY mengeluarkan rekomendasi yang berisi diterima atau ditolak, namun dalam beberapa kasus, termasuk dalam cabang olahraga (cabor) karate, hal tersebut tidak sepenuhnya dilakukan.
Misalnya, ada atlet yang hanya pindah penduduk tanpa disertai surat mutasi. Padahal, aturannya perpindahan penduduk merupakan satu paket dengan mutasi dan itu dituangkan dalam surat mutasi, yang kemudian mendapat rekomendasi dari KONI DIY.
Pelanggaran tersebut akan menghambat pembentukan karakter atlet, karena aturan dibuat untuk dipatuhi dan ditaati sebagai salah satu bentuk pendidikan karakter.
“Masalah ini selalu saya suarakan di KONI DIY agar aturan yang ada tidak dilanggar. Bila aturan dilanggar maka pembinaan atlet akan terganggu dan yang rugi adalah atlet maupun organisasi cabang olahraga bersangkutan,” kata Irwansyah Ginting ketika ditemui Bernasnews.com di sela-sela memimpin latihan rutin atlet karate binaannya di Gedung Bumiputera Bintaran, Senin (8/7/2019).
Menurut Ginting, mutasi dan kompensasi harus dilakukan secara berjenjang mulai dari dojo/ klub, Pengkab/Pengkot dan terakhir masuk ke KONI DIY. Dan KONI DIY mengeluarkan rekomentasi berisi diterima atau ditolak (bila prosesnya tidak sesuai, termasuk bila belum transfer dana konpensasi).
Bila aturan ini ditegakkan, menurut Ginting, tentu akan berdampak baik bagi pembinaan atlet di DIY, khususnya cabor karate yang mengedepankan pembentukan karakter, etika /santun, sportifitas dan berjiwa ksatria.
“Seharusnya pembina dan pelatih di Pengkab/Pengkot Forki se-DIY bisa mengedukasi atlet agar mengikuti prosedur dengan benar. Karena hal utama di karate adalah membentuk jiwa ksatria. Jika juara maka jadilah atlet berjiwa ksatria, bukan menghalalkan semua cara untuk meraih juara,” kata Ginting.
Dalam kasus di cabor karate, menurut Ginting, diduga ada 13 atlet karate yang terdaftar di DIY tidak memenuhi aturan atau syarat mutasi. Sebab, dari database Forki DIY, ke-13 atlet karate tersebut tidak ada pada Kejurda Forki DIY 2018 dan Popda DIY 2018. Dan pada 2019, data atlet yang mutasi , di data base Forki DIY juga tidak ada.
Ginting kembali menegaskan bahwa mutasi harus dilakukan berjenjang dari dojo/ klub, Pengkab/kot dan seterusnya sampai terakhir ke KONI DIY termasuk bukti transfer.
Kemudian, verifikasi atlet seharusnya juga melibatkan Pengda Cabor, namun anehnya dalam cabor karate sudah melakukan verifikasi pada 5 Mei 2019 atau jauh sebelum sidang sengketa di Baorda DIY yang intinya ke-13 atlet yang diprotes Forki Bantul tidak bisa menunjukkan surat mutasi. Dan dari Forki Sleman secara lisan di forum memang menyatakan tidak perlu pakai surat mutasi dan tidak setuju dengan adanya kompensasi.
“Pembina seperti ini jelas merusak pembentukan karakter atlet dan tidak sportif karena tidak patuh kepada peraturan KONI DIY yang merupakan kesepakatan KONI Kabupaten/Kota dan penegasan dari Pengda Cabor,” kata Irwansyah Ginting.
Porda IY 2019 sendiri akan digelar pada bulan Oktober mendatang bersamaan dengan Popnas yang digelar di Papua. Dan cabor karate maupun cabor lain yang juga ikut Popnas, pertandingan Porda akan dimajukan pada awal September 2019.
Menurut Ginting, sesuai aturan yang ada, perpindahan penduduk dan mutasi yang merupakan satu paket dilakukan satu tahun sebelum event berlangsung. Dan dalam mutasi harus ada surat mutasi, lalu ada rekomendasi dari KONI DIY bahwa benar ada perpindahan dan mutasi atlet bahkan disertai keterangan pembayaran kompensasi.
“Kami berharap ke depan aturan ini harus dijalankan lebih tertib. KONI harus mengecek kebenaran perpindahan, mutasi hingga pembayaran kompensasinya tanggal berapa dan seterusnya,” kata Ginting.
Menurut Ginting, potensi dan prestasi atlet DIY di usia junior ke bawah cukup lumayan di tingkat nasional. Sementara dari database Forki DIY dalam 12 tahun terakhir tidak ada atlet mutasi dari luar DIY berprestasi di tingkat nasional.
“Di daerah asal mungkin mereka berada di peringkat 10 dan ketika masuk ke DIY bisa meraih emas di kelas tertentu. Namun, ketika mengikuti event tingkat nasional mereka tidak meraih prestasi,” kata Ketua Umum Pengkab Forki Bantul ini. (lip)