Eksistensi Organisasi Sayap Parpol Alami Masalah Serius

Dr Saifudin SH M.Hum. Foto : Istimewa

BERNASNEWS.COM — Eksistensi Organisasi Sayap Partai Politik (OSP) di Indonesia mengalami masalah yang cukup serius bila dilihat dari aspek hukum. Sebab, ada ketidakjelasan payung hukum yang menaungi eksistensi OSP. Di satu sisi eksistensi OSP mendapat pengakuan secara yuridis dalam Pasal 12 huruf jo UU No 2/2008 sebagaimana telah diubah dengan UU No 2/2011 tentang Partai Politik (parpol) yang menyatakan bahwa Partai Politik berhak membentuk dan memiliki organisasi sayap Partai Politik.

Dalam penjelasannya berbunyi, “Organisasi sayap Partai Politik merupakan organisasi yang dibentuk oleh dan/atau menyatakan diri sebagai sayap Partai Politik sesuai dengan AD dan ART masing-masing Partai Politik”. Namun, di sisi lain pengaturan lebih lanjut mengenai OSP tidak ditemukan dalam UU Partai Politik tersebut, sehingga ketentuan mengenai OSP menginduk pada UU tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas). Pengaturan OSP saat ini sama sekali tidak memberikan kejelasan mengenai nomenklatur kelembagaan dan kualifikasi OSP.

Masalah tersebut di atas menjadi pokok pembahasan dalam Simposium Nasional Hukum Tata Negara dengan tema Penataan Pengaturan Organisasi Sayap Partai Politik yang diadakan oleh Departemen Hukum Tata Negara FH UII dan Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) UII bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham RI Sheraton Mustika Yogyakarta pada Sabtu-Minggu (29-30/6/2019). Akan tampil sebagai Keynote Speaker Prof Dr Moh Mahfud MD SH dan pembicara Prof Dr Jimly Asshiddiqie SH.

Kepala Departemen Hukum Tata Negara, FH UII Dr Saifudin SH M.Hum dalam rilis yang dikirim ke redaksi Bernasnews.com, Jumat (28/6/2019) mengatakan, OSP eksis dan digunakan oleh partai politik sebagai sarana untuk mensosialisasikan arah ideologi dan kebijakan partai politik. Eksistensi OSP sebagai bentuk organisasi yang didirikan dan dibentuk berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan dan tujuan, menjadi diidentikkan dengan kelembagaan organisasi kemasyarakatan (ormas) yang memiliki pengaturan tersendiri.

Hal ini menjadi pemahaman yang wajar muncul mengingat eksistensi partai politik, ormas ataupun OSP adalah perwujudan dari hak untuk berserikat dan berkumpul sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945).

Faktanya, menurut Saifudin, keberadaan OSP di Indonesia menjamur di hampir setiap parpol. Dan menjamurnya OSP bukan tanpa tujuan, karena banyaknya jumlah parpol di Indonesia pasca reformasi, menjadi salah satu alasan bagi setiap partai untuk mempertahankan eksistensinya melalui ‘persaingan’ dalam mendapatkan kekuasaan melalui mekanisme pemilu. Oleh karena itu, kondisi tersebut ‘memaksa’ parpol untuk semakin gencar dalam upaya meraih simpati dan dukungan masyarakat.

Karena secara kedekatan dengan konstituen, OSPlah yang memiliki hubungan dan jarak paling dekat untuk bersentuhan secara langsung dengan berbagai lapisan masyarakat hingga ke level grassroot. Ketidakjelasan pengaturan dan eksistensi OSP menjadi alasan untuk diadakannya simposium ini.

“Simposium ini untuk mengkaji, membaha dan menganalisis problematika pengaturan status dan kedudukan serta fungsi OSP dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Sehingga dapat ditemukan sebuah formula yang tepat dan ideal dalam memposisikan OSP dalam konteks ketatanegaraan Indonesia dalam rangka memperkuat bangunan negara Indonesia yang demokratis berdasarkan hukum,” kata Saifudin. (*/lip)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *