BERNASNEWS.COM – Kabupaten Manggarai, Flores Barat, NTT yang kini sudah dipecah menjadi tiga kabupaten (Manggarai Barat, Manggarai Timur dan Manggarai Raya yang cukup disebut Manggarai) menyimpan potensi wisata yang sangat kaya, baik wisata alam mauun bangunan-bangunan arsitektur khas Manggarai dan Eropa.
Wilayah Kabupaten Manggarai yang sebagian besar terdiri dari pegunungan dengan pemandangan alam yang indah dan udara yang dingin perlu dikembangkan menjadi destinasi wisata agar menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat setempat maupun daerah. Hanya perlu sedikit sentuhan untuk memoles tempat-tempat tersebut menjadi obyek wisata yang menarik dan semakin indah.
Tempat-tempat yang perlu dikembangkan menjadi destinasi wisata antara lain Mbaru Wunut (rumah adat) yang ada di kota Ruteng, Gereja Katedral lama yang berusia ratusan tahun di kota Ruteng, tempat ziarah Gua Maria di Golo Curu, Danau Ranamese, sawa lodok mirip sarang laba-laba di Cancar dan beberapa tempat lainnya seperti di Racang, Kecamatan Reok dan sebagainya. Tempat-tempat ini melengkapi obyek-obyek wisata yang sudah terkenal dan dikelola dengan baik selama ini seperti Wae Rebo, Sano Nggoang, Komodo dan sebagainya.
Dari pengamatan Bernasnews.com beberapa waktu lalu, Gereja Katedral lama di kota Ruteng sudah tertata rapih, halaman gereja sudah dibuatkan taman yang luas dan tugu air mancur sehingga sangat indahdan menarik untuk dikunjungi. Dengan latar belakang pegunungan Poco Mandosawu, berswafoto di halaman Gereja Katedral lama Ruteng sangat indah.
Dan untuk menambah pemasukan/pendapatan asli daerah, para pengunjung/ wisatawan perlu dikenakan iuran atau membayar tiket tanda masuk. Bisa diawali secara sukarela (besarnya tidak ditentukan) dan ketika pengunjung semakin banyak baru ditetapkan tarif yang tetap dan diatur dalam Peraturan Daerah (Perda). Iuran tersebut juga untuk menata guna menambah daya tarik dan perawawatan destinasi wisata tersebut.
Kemudian Mbaru Wunut (rumah adat) juga bisa menjadi destinasi wisata. Sekeliling kompleks rumah adat perlu dipagari dan pengunjung yang hendak masuk ke dalam kompleks rumah adat perlu ditarik iuran atau biaya tanda masuk secara sukarela. Dan sebelum menarik iuran tanda masuk, kompleks rumah adat perlu ditata agar bersih, rapih dan indah. Perlu dibuat taman dengan air mancur plus lampu kelap-kelip di malam hari.
Dari pengamatan Bernasnews.com bulan Juni 2018, kompleks rumah adat/ tak terawan dengan baik. Halaman penuh rumput liar dan permukaan tanah tak merata sehingga tak nyaman saat berjalan. Padahal, letak mbaru wunut itu sangat strategis hanya beberapa metera di selatan rumah dinas Bupati Manggarai atau Lapangan Motang Rua.
Kemudian, di dalam mbaru wunut perlu dilengkapi aneka barang khas Manggarai seperti gendang/tambor, gong, perlengkapan caci, lipa songke (kain tenun adat Manggarai), topi songke Manggarai, patung buaya darat Komodo, miniatur uma lodok/lingko Manggarai dan sebagainya. Hal ini untuk menggambbarkan kekayaan budaya Manggarai dan menambah daya tarik.
Selain itu, sawa lodok di Cancar maupun di Racang, Kecamatan Reo juga bisa dikembangkan jadi destinasi wisata. Sawa lodok atau uma lingko yang hanya bisa dikunjungi saat padi menghijau hingga menguning/panen merupakan satu-satunya di Indonesia bahkan di dunia. Pemandangan sawa/uma lingko sangat indah mirip sarang laba-laba. Hal ini terlihat jelas saat padi mulai menghijau hingga menguning bahkan panen. Ini berarti bisa disaksikan dalam jangka waktu 2-3 bulan. Bila musim tanam dua atau tiga kali setahun maka pemandangan indah sawa lodok bisa lebih lama atau mencapai 6 bulan dalam setahun.
Dan untuk bisa dikunjungi banyak wisatawan, penanaman padi perlu diperhitungkan beberapa minggu sebelum musim liburan sehingga saat musim liburan, tanaman padi sudah terlihat menghijau atau menguning. Dan saat ini, menurut Pastor Vincent Nase, sawa lodok di Cancar sudah dipungut biaya bagi pengunjung. “Untuk masuk dan berswafoto di sana membayar Rp 20.000 per orang,” kata Romo Vincent Nase dalam grup whatsapp Alumni SMPK Reo Angkatan 1977 beberapa waktu lalu.
Dr Yulita Cundawan, salah satu alumni SMPK Reo angkatan 1977 yang kini tinggal di Bali mengatakan tak masalah bayar Rp 20.000 per orang sekali masuk. “Gak apa-apa bayar Rp 20.000. Harga segitu tak seberapa dibanding kepuasan melihat pemandangan yang indah,” kata dr Yulita Cundawan yang hobi traveling ini.
Masih banyak obyek di Manggarai yang bisa dikembangkan jadi destinasi wisata, seperti Gua Maria Golo Curu, upacara-upacara adat Manggarai seperti hang woja/penti, caci dan sebagainya. Tinggal kreatifitas masyarakat dan dukungan pemerintah daerah untuk mengubah obyek atau pemandangan yang biasa-biasa saja ini menjadi destinasi wisata yang luar biasa indah dan menarik untuk mendatangkan pemasukan/pendapatan asli daerah guna membiayai pembangunan dari kota hingga ke desa. (philipus jehamun)