Drs H Pardimin MPd PhD Sukses Membangun UST

Rektor UST Ki Drs H Pardimin MPd PhD (kanan) menerima “Anugerah Bhakti Tamansiswa” dari Ketua Ikasata Drs Tri Suparyanto MM, Sabtu (22/6/2019). Penghargaan itu diberikan karena Pardimini dinilai berprestasi, berkinerja baik, pekerja keras, punya loyalitas, dedikasi dan berkomitmen memajukan UST dengan hasil nyata. Foto : Philipus Jehamun/Bernasnews.com

BERNASNEWS.COM – Namanya sederhana : Pardimin, plus gelar akademik di depan dan di belakang nama tersebut. Dan nama itu sebenarnya menggambarkan kepribadiannya yang sederhana, rendah hati, polos dan jujur.

Dari nama yang sederhana itu pula, banyak orang yang tidak atau setidaknya belum mengenalnya dengan baik, bahkan cenderung meremehkannya. Padahal, dari tangan orang dengan nama yang identik dengan orang desa itu, lahir berbagai prestasi yang sangat membanggakan. Bahkan banyak yang tidak menyangka seorang Pardimin bisa melahirkan prestasi yang luar biasa.

Dialah Rektor Universitas Sarjanawita Tamansiswa (UST) Yogyakarta hingga sekarang. Tidak tanggung-tanggung, Ki Drs H Pardimin MPd PhD menjabat Rektor UST selama tiga periode berturut-turut sejak 2011 hingga sekarang (periode ketiga dimulai 4 April 2019). Dan pengangkatan Pardimin sebagai Rektor UST untuk ketiga kalinya berturut-turut sebagai bukti sekaligus bentuk pengakuan atas kemampuan, baik kemampuan manajerial maupun akademik, dalam mengembangkan dan memajukan UST hingga sekarang.

Rektor UST Ki Drs H Pardimin MPd PhD. Foto : Philipus Jehamun / Bernasnews.com

Betapa tidak. Ketika pertama kali dipilih/diangkat jadi Rektor UST pada 1 Juni 2011 dengan SK No 13/SK/Pembina/TS-HP/VI/2011, kondisi UST dalam titik nadir. Kondisi keuangan nyaris minus karena sedikitnya mahasiswa yang kuliah di UST saat itu. Minimnya jumlah mahasiswa berdampak pada kondisi keuangan karena sebagai perguruan tinggi swasta, sebagian besar atau bahkan hampir semua sumber pendapatan/ pemasukan berasal dari mahasiswa.

Sementara minim atau sedikitnya jumlah mahasiswa saat itu karena hanya sedikit program studi (prodi) di UST yang terakreditasi, itu pun hanya Akreditasi C, sedangkan yang lain belum terakreditasi. Tidak ada yang terakreditasi B apalagi A saat itu. Prodi hanya terakreditasi C bahkan ada yang belum terakreditasi karena jumlah dosen yang terbatas dengan kualifikasi yang belum sesuai ketentuan. Hal ini terjadi karena yayasan belum mampu merekrut dan membayar dosen yang memenuhi kualifikasi. Dan masalah-masalah tersebut diperparah dengan adanya ‘konflik’ internal.

“Benar-benar menghabiskan energi. Karena di titik apa pun bermasalah sehingga saya bingung harus mulai dari mana untuk membenahinya. Misalnya dana gak ada. Kenapa demikian, karena jumlah mahasiswa sangat sedikit padahal sebagian besar dana bersumber dari mahasiswa. Kenapa mahasiswa sedikit karena akreditasi prodi semua rendah. Dan kenapa akreditasi semua prodi rendah ya antara lain karena banyak dosen yang belum memenuhi kualifikasi akademik sesuai ketentuan. Dan dari 7 standar yang harus dipenuhi, termasuk standar dosen, belum bisa dipenuhi. Benar-benar memusingkan,” kata Rektor UST Ki Drs H Pardimin MPd PhD dalam acara Syawalan dan Silaturahmi Pengurus Harian Ikatan Keluarga Alumni Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (Ikasata) Yogyakarta di Kopi Rolasan Hargobinangun, Pakem, Sleman, Sabtu (22/6/2019).

Rektor UST Ki Drs H Pardimin PhD (tengah) saat memberikan penjelasan tentang perkembangan UST, Sabtu (22/6/2019). Foto : Philipus Jehamun/ Bernasnews.com

Menurut penyandang gelar PhD (Philosophy of Doctor) bidang Matematika dari Universiti Kebangsaan Malaysia ini, semua masalah tersebut terjadi karena saat itu tidak semua pihak mendukung program perbaikan yang dilakukan. Misalnya, setiap mengajukan program perbaikan selalu terhambat. Padahal kalau masalah-masalah tersebut tidak diperbaiki bagaimana bisa mendapatkan mahasiswa.

“Selama 2,5 tahun periode pertama masa jabatan sebagai raktor, saya tidak bisa bekerja apa-apa karena dihadapkan pada masalah internal. Jadi, pada masa jabatan pertama saya hanya bekerja efektif 1,5 tahun,” tutur pria kelahiran Klaten, 4 April 1958 ini.

Menurut lulusan S1 Ilmu Pasti (Matematika) IKIP Negeri Yogyakarta (kini UNY, red) tahun 1982 ini, sejak Ki Prof Dr Sri-Edi Swasono menjadi Ketua Umum Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa (MLPT), ia baru bisa bekerja dengan baik. Apalagi Prof Sri-Edi Swasono mengamanatkan kepadanya untuk segera membenahi UST karena menjadi ujung tombak bagi Perguruan Tamansiswa. “Saya pun siap membenahi namun dengan syarat tertentu,” kata Pardimin dengan menyebutkan syarat tersebut yang disetujui oleh Ketua Umum MLPT Prof Dr Sri-Edi Swasono.

Dengan sisa 1,5 tahun masa jabatan Rektor UST periode pertama 2011-2015, Pardimin yang didukung Ketua Umum MLPT melakukan pembenahan UST secara bertahap mulai dari membuat perencanaan, membangun sejumlah gedung/fasilitas kuliah, memperbaiki akreditasi dan fasilitas-fasilitas lainnya.

Karena sumber utama semua masalah tersebut adalah keterbatasan dana, maka Pardimin mencari dana dengan membuka kelas kuliah Sabtu-Minggu dan kelas jauh yang saat itu belum dilarang. Ia pun membuka 23 kelas jauh di Magelang, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Purworejo, Purwokerto, Cikampek, Indramayu, Tasikmalaya dan sebagainya. Dari kelas jauh tersebut akhirnya bisa dapat uang bahkan bisa bangun gedung pusat di Jalan Kusumanegera yang di dalamnya ada Ruang Ki Hadjar Dewantara (KHD).

“Dari program khusus atau kelas jauh tersebut bisa menyelamatkan UST, bisa bangun gedung, bisa menggaji karyawan/dosen dan sebagainya. Dan itulah awal dari kebangkitan UST,” kata Pardimin.

Namun, masalah kemudian muncul lagi karena kelas jauh dilarang oleh pemerintah sehingga ditutup. Bahkan dampaknya, hampir 9 prodi di UST ditutup. Namun, berkat kerja keras tanpa kenal menyerah, perlahan tapi pasti UST tetap jalan dan mulai bangkit.

Lalu, ketika masa jabatan pertama habis, Pardimin pun menolak untuk dipilih/diangkat lagi jadi Rektor UST periode kedua dengan alasan ingin konsentrasi melakukan penelitian untuk menyelesaikan disertai doktor di Universiti Kebangsaan Malaysia. “Sebenarnya saya sudah tidak mau karena penelitian untuk disertasi doktor mandeg. Kalau tetap jadi rektor pasti doktor saya kacau karena yang namanya disertasi tak bisa disambi. Namun Prof Edi ke rumah minta agar tetap bersedia jadi rektor,” kata Pardimin.

“Saya mau ke rumah dan minta ibu, anak-anak dan menantu harus ada,” kata Prof Sri-Edi Swasono melalui telepon seperti ditirukan Pardimin. Prof Sri-Edi meminta Pardimin agar tetap bersedia jadi Rektor UST untuk kedua kalinya.

“Saat itu saya bilang ini masalah saya, bukan masalah keluarga. Saya mau fokus untuk kerjakan disertasi,” jawab Pardimin yang disela oleh Prof Sri-Edi dari ujung telepon, “Disambi”. Namun Pardimin tetap kukuh ingin fokus selesaikan program doktor dengan menolak dipilih kembali karena bimbingan disertasi harus ke Malaysia sehingga tak bisa disambi.

Singkat cerita, Pardimin pun kemudian “terpaksa” menerima jabatan Rektor UST periode kedua 2015-2019 per 2 Mei 2015 yang ditetapkan melalui SK Nomor 13/YSW/SK/AS-YS/V/2015, karena ada jaminan dari Prof Sri-Edi Swasono untuk membantu memperlancar proses penyelesaian disertasi dengan memanfaatkan kedekatannya dengan pembimbing disertasi, dekan hingga Rektor Universiti Kebangsaan Malaysia. “Saya akan telepon pembimbing. Semua saya kenal, termasuk dekan dan rektornya,” kata Prof Sri-Edi Swasono seperti ditirukan Pardimin.

Dan benar, menurut Pardimin, di luar pengetahuannya, bukan hanya pembimbing bahkan dekan fakultas Universiti Kebangsaan Malaysia datang ke Indonesia. “Kami bertemu di Hotel Garuda. Intinya minta ada kemudahan. Dan ternyata Pak Edi dengan tokoh-tokoh di Malaysia sudah banyak yang kenal bahkan dengan PM Malaysia Mahathir Muhammad. Dibantu dipercepat dengan program khusus,” kata Pardimin seraya menambahkan bahwa pelayanan dari pembimbing, dekan hingga rektor perguruan tinggi tersebut sangat baik karena Prof Edi sudah kenal baik dengan mereka.

“Hanya satu tahun kerjakan disertasi dan selesai sehingga bisa melanjutkan jadi rektor. Ketika ujian terbuka saya sempat khawatir kalau gak lulus karena di sana gak ada ujian tertutup, langsung ujian terbuka. Dan saat ujian saya pamitnya ke fakultas agar tidak ada yang tahu, apalagi kalau tidak lulus. Dan saat ujian saya ditemani para TKI, ada 7 orang,” kata Pardimin.

Menurut Pardimin, pada periode kedua sebagai Rektor UST, program kerja sudah jelas dan berjalan lancar. Apa yang diprioritaskan sudah lebih jelas dan pada awal periode itu sudah ada prodi yang terakreditasi A. Dan pada periode kedua itu pula, semua prodi di UST terakreditasi A (kini 7 prodi Akreditas A) dan selebihnya Akreditasi B, tidak ada lagi yang terakreditasi C. Bahkan secara institusi pun, UST mendapat Akreditasi B hingga sekarang.

Karena semua prodi terakreditasi A dan B serta secara institusi UST terakreditasi B, calon mahasiswa yang mendaftar ke UST maupun yang diterima setiap tahun pun selalu meningkat. “Bahkan setiap tahun ribuan calon mahasiswa yang mendaftar ke UST ditolak karena melebihi daya tampung. Sementara pada saat yang sama kami membangun gedung dan fasilitas lain untuk meningkatkan kualitas pelayanan akademik. Namun, itu pun selalu kurang karena semakin banyaknya calon mahasiswa yang mendaftar. Dan bagi kami, ini membuktikan kepercayaan masyarakat kepada UST semakin meningkat dan kami terus menjaga itu,” kata Pardimin.

Dalam kondisi UST yang kian mapan, Pardimin pun menolak untuk jabatan Rektor UST untuk ketiga kalinya. “Seperti pada periode kedua, saya juga tidak bersedia untuk menjadi rektor lagi, bahkan keluarga sudah buat surat pernyataan agar saya tidak jadi rektor lagi untuk ketiga kalinya, karena ingin fokus jaga kesehatan. Tapi perwakilan dari yayasan dan senat datang ke rumah minta supaya saya mau lagi, paling tidak satu periode ini. Alasan saya selain masalah kesehatan juga untuk regenerasi, ada pengganti. Namun, Pak Edi (Ketua Umum MLPT Sri-Edi Swasono, red) memutuskan rapat yayasan lengkap di hotel dan saya diminta hadir. Dan di sana diputuskan saya diangkat lagi jadi Rektor UST periode ketiga 2019-2023 sejak 4 April 2019,” kata Pardimin.

Dan salah satu tugas penting pada periode ketiga ini, menurut Pardimin, adalah meningkatkan status akreditasi institusi UST dari Akreditas B menjadi Akreditasi A. “Untuk akreditasi insitusi tidak serta merta karena jumlah doktor berapa, guru besar dan lektor kepala berapa. Karena itu, saya mengoyak-oyak para dosen agar segera memenuhi standar kualifikasi akademik sesuai ketentuan,” kata Pardimin.

Menurut Pardimin, itulah beratnya menjadi rektor karena harus mampu mengatasi semua masalah. Dan ia selalu berusaha maksimal untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, termasuk mendorong semua prodi terakreditasi A, menaikan akreditasi institusi menjadi Akreditas A, menggenjot agar semakin banyak mahasiswa lulus tepat waktu, meningkatkan jumlah keterserapan lulusan dan memperbanyak dosen yang memenuhi kualifikasi akademik yang ditentukan. (philipus jehamun)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *