News  

Konsumsi Kopi Terus Meningkat, Produksi Justru Stagnan

Para narasumber saat tampil dalam FGD di Kampus Instiper Yogyakarta, Rabu (19/6/2019). Foto : Philipus Jehamun/ Bernasnews.com

BERNASNEWS.COM – Setiap tahun permintaan atau konsumsi kopi dalam negeri terus meningkat rata-rata mencapai 8 persen, sementara produksi kopi tidak mengalami peningkatan atau stagnan. Bahkan dalam 10 tahun terakhir produksi kopi Indonesia rata-rata sekitar 600 ribu ton per tahun.

Karena kebutuhan akan komoditas kopi lebih besar dari produksi maka harga kopi di Indonesia lebih mahal dari negara-negara lain. Apalagi, sebagian kopi yang dihasilkan Indonesia diekspor. Dan diprediksi pada tahun 2025 Indonesia tak akan mampu memenuhi kebutuhan atau permintaan kopi dalam negeri.

“Ini menjadi persoalan mendasar perkopian di Indonesia. Di satu sisi permintaan atau komsumsi kopi terus meningkat setiap tahun, sementara produksi tidak mengalami peningkatan bahkan menurun,” kata Dr Pujiyanto selaku Dewan Pakar Penelitian Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Jember pada Focus Group Discussion (FGD) di Kampus Instiper Yogyakarta Jalan Nagka Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Rabu (19/6/2019).

Para narasumber Focus Group Discussion (FGD) yang dipimpin Rektor Instiper Dr Ir Purwadi MS menekan tombol tanda peluncuran (launching) Pusat Sains Kopi Nusantara di Kampus Instiper Yogyakarta, Rabu (19/6/2019). Foto : Philipus Jehamun/ Bernasnews.com

Menurut Pujianto, rendahnya produksi kopi di Indonesia karena 95 persen produksi kopi dihasilkan oleh petani kopi dengan lahan kurang dari dua hektar. Selain itu, para petani belum menganggap kopi sebagai komoditas bisnis yang menjanjikan sehingga kopi hanya sebagai usaha sampingan.

Karena itu, menurut Pujianto, pemerintah maupun stakeholder perlu mendorong petani untuk meningkatkan produksi kopi. Selain memberi bantuan atau fasilitas seperti lahan, bantuan modal dan pelatihan sumber daya manusia petani kopi juga membangun infrastruktur untuk mempermudah akses dari lahan atau pusat produksi kopi ke pasar. Dengan demikian, akan semakin banyak petani yang memproduksi kopi karena peluang pasar yang menjanjikan.

Sementara Begawan Perkebunan Indonesia Soedjai Kartasasmita mengatakan, ke depan perlu dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi kopi. Dan tantangan bagi dunia perguruan tinggi adalah bagaimana menemukan varietas kopi yang bisa tahan hama dan musim kemarau. “Bagaimana menemukan varietas kopi yang bisa berbunga dan berbuah di musim kemarau,” kata Soedjai.

Kepala Staf Kepresiden Teten Masduki (tengah) menikmati kopi usai mengikuti FGD di Kampus Instiper, Rabu (19/6/2019). Foto : Philipus Jehamun/ Bernasnews.com

Menurut Soedjai, tantangan yang dihadapi tanaman kopi saat ini maupun ke depan adalah perubahan iklim yang tidak menentu. Karena perubahan iklim akan mempengaruhi kualitas buah dan tanaman kopi mudah terserang hama. “Dengan adanya perubahan iklim, maka buah kopi tidak sebagus dulu dan mudah diserang hama,” kata Soedjai.

Sedangkan Ketua Dewan Kopi Indonesia yang juga mantan Menteri Pertanian Dr Ir Anton Apriyanto mengatakan, ada 5 hal penting dalam upaya mendukung industri kopi Indonesia yakni infrastruktur, prasarana dan prasarana, kelembagaan/organisasi petani agar memiliki daya tawar seperti koperasi, sumber dan akses pembiayaan, penyuluhan dan pendampingan serta jaminan pemasaran.

Rektor Instiper Yogyakarta Dr Ir Purwadi MS selaku moderator mengatakan, FGD dengan tema “Membangun Sistem Industri dan Bisnis Kopi yang Berkelanjutan” ini sebagai salah satu upaya mencari solusi untuk mengatasi masalah perkopian di Indonesia. Apalagi kopi merupakan komoditas perdagangan dunia dan sebagai produk global, harus mengikuti isu perdagangan global yaitu kompetitif dan diproduksi secara sustain dengan trend produk speciality. Ada 3 pelaku industri kopi yaitu petani, trader (lokal, nasional dan internasional) dan pengolah kopi besar dan kecil. (lip)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *