Opini  

Filosofi Kancil di Tengah Perang Dagang Amerika dan China

Drs Djati Julitriarsa MM, Dosen STIM YKPN Yogyakarta
Drs Djati Julitriarsa MM

BERNASNEWS.COM – DALAM mitos atau dongeng yang beredar di Indonesia digambarkan bahwa Kancil atau pelanduk merupakan sosok binatang yang tubuh atau fisiknya kecil. Namun demikian, sosok binatang ini dikenal banyak akal, terutama dalam mengelabui lawan-lawan atau bahaya yang sedang dihadapinya. Dan diceritakan bahwa dalam keadaan segenting apa pun bahaya itu, si kancil pasti tetap selamat dan dapat mengatasi masalah yang dihadapi dengan kecerdikannya.

Dewasa ini ada persaingan dagang yang sedang melanda dunia usaha atau bisnis, terutama antara Amerika dengan China, yang dapat dianalogi dengan mitos di atas. Bahkan tidak menutup kemungkinan apa yang sedang dialami oleh kedua negara tersebut, mempunyai dampak yang signifikan bagi dunia bisnis di dunia ini.

Perang dagang yang terjadi antara kedua negara ini bermula dari adanya penerapan biaya impor bagi China yang diterapkan oleh Amerika, karena adanya kekhawatiran Amerika terhadap produk-produk dari perusahaan China, terutama Huawei dan ZTE dengan tekonologinya yang dikenal dengan 5G, menguasai pasar Amerika. Alasan utama Amerika karena produk yang dibuat dan dipasarkan oleh perusahaan China tersebut dianggap akan mampu melakukan penyadapan secara langsung bagi jaringan komunikasi dalam segala hal.

Kekhawatiran Amerika sangat beralasan. Sebab, jangan sampai berbagai rahasia yang dimiliki akan dapat terendus oleh China, terutama dalam bidang pertahanan dan keamanan. Dengan alasan ini, kemudian ditetapkan biaya impor sebesar 25 persen bagi produk-produk China yang masuk Amerika. Tentu saja dengan biaya impor sebesar itu membuat China merasa keberatan untuk mengekspor barang ke Amerika, karena mereka harus menetapkan harga barang atau komoditi menjadi sangat tinggi, yang kemungkinan besar akan mendatangkan kerugian bagi China.

Dari uraian tersebut kiranya akan menjadi sangat menarik apabila Indonesia mampu menarik benang merahnya, dengan sebuah pertanyaan, apakah yang dapat dilakukan oleh negara kita guna mengantisipasi munculnya perang dagang ini? Mampukah Indonesia mengantisipasi atau menangkap peluang bagi para pelaku usaha di negeri ini?

Hal ini tidak terlepas dari pengamatan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Bahkan beberapa hari lalu Presiden mengadakan pertemuan dengan pimpinan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) dan Perkumpulan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), yang selanjutnya Presiden menginstruksikan bahwa Kadin dan Hipmi dituntut mampu menangkap peluang bisnis dari adanya perang dagang kedua negara ini. Sehingga jangan sampai para pelaku usaha di bumi ini larut dalam perenungan, justru tidak mampu membaca peluang usaha yang dapat ditempuh oleh para pelaku usaha di Indonesia. Perlu diingat bahwa dengan adanya perang dagang kedua negara tersebut, memunculkan pemikiran di benak Amerika, yakni adanya kekhawatiran bahwa Amerika akan kalah dalam perang ekonomi dengan basis teknologi dibanding China secara global.

Memang disadari bahwa bila dibandingkan dengan kedua negara tersebut dalam dunia usaha, negara kita masih terpaut cukup jauh. Namun dengan mamperhatikan filosofi binatang kancil tadi, mestinya justru negara kita yang lebih kecil dunia usahanya dibanding kedua negera tersebut, dituntut mampu menggunakan kecerdikan, sehingga justru para pelaku usaha di negeri ini akan mampu masuk ke dalamnya dan turut andil menjadi para pengusaha yang mampu mencukupi apa yang diperlukan kedua negara yang sedang berperang ini. Dan tentu saja berbagai komoditi yang diproduksi China tak akan diterima di Amerika, sebaliknya apa yang dibuat Amerika akan ditolak oleh China.

Tidak salah kalau kemudian para usahawan Indonesia mau dan mampu membaca peluang usaha di kedua negara itu dan mampu menghadapi resiko yang ada di pasar. Maka tidak bisa tidak, para pelaku usaha Indonesia dituntut berpikir secara logis dan benar, sekiranya komoditi apa yang diperlukan kedua negara tersebut. Fenomena ini kiranya menjadi begitu penting bagi pelaku usaha di Indonesia, apalagi mereka yang di bawah naungan Kadin dan Hipmi. Meskipun kita kecil, tetapi mestinya kita mampu menjadi figur binatang-binatang kancil yang akan mampu mengalahkan para lawan dan menjadi pemenang.
Hal ini memang dituntut kerja keras, terutama untuk menganalisis pasar yang sedang berkecamuk, karena bisa saja terjadi kebutuhan-kebutuhan akan komoditi tertentu bagi kedua negara yang dapat saja merngalami defisit atau kekurangan pada produk-produk tertentu.

Inilah yang perlu kita layani, yakni defisit komoditi yang tak mungkin disupport dari negara lawan perang dagangnya. Kita perlu mengubah mindset yakni bagaimana sebuah tantangan menjadi peluang yang selanjutnya dapat kita masuki dan akhirnya akan mendatangkan keuntungan bagi usahawan Indonesia dan negara kita akan semakin besar nilai devisanya. Semoga bermakna. (Drs Djati Julitriarsa MM, Staf Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN Yogyakarta)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *