BERNASNEWS.COM – Banyak cara dilakukan masyarakat dan umat beragama untuk menjaga kerukunan, toleransi dan keharmonisan. Salah satu cara adalah melalui pawai unduh-unduh yang melibatkan seluruh komponen masyarakat dengan berbagai latar belakang. Pawai unduh-unduh merupakan salah satu bentuk ungkapan syukur masyarakat atas hasil usaha atau panen dengan mempersembahkan hasil panen kepada masyarakat.
“Luar biasa menggembirakan. Ini merupakan bagian dari inisiatif warga untuk menjaga kerukunan dan keharmonissan. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa Jogja merupakan kota yang multikultural dan kota yang toleran,” kata Drs Heroe Purwadi MA, Wakil Walikota Yogyakarta, ketika membuka acara Pawai Unduh-unduh yang diadakan oleh GKJ Gondokusuman bekerja sama dengan Kelurahan Klitren, Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Minggu (9/6/2019).
Menurut Wakil Walikota (Wawali) Jogja, pada tahun 2019, Jogja mendapat penghargaan dari Kementerian Agama (Kemenag) sebagai kota yang harmonis atau mampu menjaga keharmonisan atas usaha warga dan pemerintah kota. Penghargaan itu sebagai bukti adanya pengakuan pemerintah atas keharmonisan hubungan masyarakat Jogja. Dan kemampuan masyarakat Jogja menjaga kehamormisan dan toleransi merupakan salah satu ciri khas Jogja sebagai daerah istimewa.
Selain itu, menurut Purwadi, ciri khas masyarakat Jogja adalah gotong-royong, bekerja sama untuk maju dan menjaga kerukunan. Karena itu, ia sangat mendukung upaya masyarakat Klitren dengan menggelar pawai unduh-unduh seperti ini dan diharapkan bisa menjadi contoh bagi warga lain di Jogja. “Dari Klitren untuk Jogja dan dari Jogja untuk Indonesia,” kata Wawali yang disambut tepuk tangan para peserta pawai.
Lurah Klitren Zainuri mengatakan, acara seperti ini menunjukkan bahwa tidak ada sekat perbedaan antar pemeluk agama di Klitren maupun di Jogja pada umumnya. Karena semua warga, apa pun latar belakangnya, terlibat langsung dan menyatu. Bahkan dalam pawai ini ada doa lintas agama untuk persembahan yang dibawa para peserta pawai.
“Tak ada masalah soal kerukunan umat beragama di Klitren. Meski demikian, kerukunan itu tetap diaktualisasikan lewat acara-acara seperti ini sehingga masyarakat berbaur dan menyatu,” kata Zainuri.
Dikatakan, pawai unduh-unduh baru pertama kali digelar bersama GKJ Gondokusuman dan masyarakat Klitren. Karena selama ini hanya dilakukan secara internal oleh GKJ Gondokusuman setiap tahun untuk memperingati hari Pentakosta atau turunnya Roh Kudus. Namun, tahun ini pawai unduh-unduh dilakukan bersama oleh GKJ Gondokusuman berkolaborasi dengan masyarakat umum atau Kelurahan Klitren.
“Selama ini pawai unduh-unduh hanya dilakukan oleh gereja sebagai bentuk persembahan kepada Tuhan atas hasil panen. Dan mulai sekarang berkolaborasi dengan masyarakat dengan mempersembahkan hasil panen. Dan diharapkan pawai unduh-unduh ini menjadi agenda rutin tahunan yang dilakukan bersama masyarakat,” harap Zainuri.
“Ini sudah jadi acara kelurahan, bukan hanya acara gereja. Intinya berkaitan dengan budaya, sebagai rasa syukur kepada Tuhan atas hasil usaha/panen. Ada kebersamaan di antara warga. Semua masyarakat terlibat, semua mengeluarkan sumber daya untuk diserahkan kepada masyarakat,” kata Zainuri.
Dalam pawai unduh-unduh kali ini, semua komponen masyarakat terlibat seperti komunitas pedagang kaki lima (PKL) sepanjang Jalan Urip Sumoharjo yang mempersembahkan gunungan berisi aneka produk pabrik yang biasa dijual sehari-hari, seperti kopi, susu, jahe, nutrisari dan sebagainya.
Kemudian para pengusaha/pedagang mempersembahkan gunungan berisi kain/pakaian, sekolah-sekolah seperti SMA Bopkri I dan SMA Bopkri 2 mempersembahkan gunungan berisi buah-buah dan sayur mayur. Bahkan SMA Bopkri I (Bosa) mempersembahkan gunungan setinggi 4 meter dengan berat 2,5 kuintan senilai total Rp 15 juta dan jadi rayahan/rebutan masyarakat yang paling heboh di Embung Langensari, Klitren usai pawai. (lip)