BERNASNEWS.COM — Bertakwa adalah perintah untuk sepanjang hayat, selama nyawa masih melekat spanjang nafas belum tersendat. Peningkatan takwa dapat dilakukan dengan menerima petunjuk Allah yang diikuti dengan menjalankan perintahNya dan meninggalkan laranganNya, sejalan dengan tujuan akhir dari diwajibkan puasa ramadhan oleh Allah, yaitu supaya meningkat derajat ketakwaan kita.
Hal tersebut, disampaikan oleh Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Fathul Wahid, ST MSc Ph D, selaku khotib dalam sholat Idul Fitri 1440 H, Rabu (05/06/2019), yang diselenggarakan oleh Panitia Peringatan Hari Besar Islam (PPHBI) Kecamatan Kraton Kota Yogyakarta, di Alun-alun Selatan, Yogyakarta.
Fathul Wahid, mengatakan, sebagian jemaah mungkin merasa dalam ramadhan tahun ini sangat berat untuk menjaga kesucian hati karena bertepatan dengan rangkaian pemilu yang dihelat oleh bangsa ini dan pemenangnya adalah bangsa Indonesia, kita semua. Selama ramadhan bahkan jauh hari sebelumnya, tidak jarang kata yang keluar dari mulut sulit kita kendalikan dan sering lagi jari jemari kita kadang ringan untuk memproduksi dan membagikan informasi yang berpotensi menghinakan saudara kita, menyebarkan kebencian kepada kelompok lain, dan merobek ukhuwah yang telah terjalin.
“Kita bahkan bisa jadi tidak sadar, bahwa yang kita lakukan memberikan dampak yang buruk bagi orang lain dan mengoyak perdamaian. Allah sudah menurunkan pesan terkait masalah ini kepada Nabi Muhamad belasan abad lalu, yang kadang kita lupa untuk men-tadabburi-nya. Sebagaimana yang tertuang dalam QS Al Hujarat 49:6, yang terjemahannya, berbunyi, wahai orang-orang yang beriman jika sesorang yang fasik datang kepadamu membawa berita, maka telitilah kebenarannya. Agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan) yang akhirnya kamu menyesali perbuatan itu,”papar Fathul.
Menurut Fathul Wahid, Idul Fitri kali ini sungguh tepat dijadikan momentum untuk kembali merajut kerukunan dan melantangkan pesan perdamaian. Pesan Allah dalam Alquran sangat jelas sebening kristal, bahwa orang mukmin itu bersaudara. Karenanya, ketika terjadi perselisihan kita diperintahkan Allah untuk mendamaikan.
Indonesia yang damai dan maju merupakan dambaan semua anak bangsa. Indonesia damai berarti pula umat muslim damai karena sebagian penduduk Indonesia adalah muslim. Fakta berikut nampaknya bisa menjadi bahan taddabur, Islam tidak mengajarkan kekerasan dan mencintai konflik, tapi kita tidak dapat mengabaikan fakta munculnya konflik di negara-negara muslim.
Satu pertanyaan besar, mengapa kekerasan dan bahkan perang masih terjadi di negara muslim padahal Islam mengajarkan perdamaian. Pesan perdamaian melekat dengan Islam sejak kelahirannya, Islam sendiri berarti damai. Lebih lanjut, Fathul, menerangkan, ada empat hal guna menghadirkan dan menjaga perdamaian.
Pertama, kerukunan dan perdamaian nampak sulit terwujud tanpa adanya sikap yang saling menghargai. Kedua, perdamaian nampak sulit dihadirkan ketika rasa saling percaya tidak ada. Saling curiga dan saling mencari kesalahan bukanlah basis yang benar untuk membangun perdamaian. Ketiga, selalu berikhtiar menghadirkan keadilan. Tanpa keadilan, perdamaian juga tampak sulit terwujud. Kita tentu tidak hanya menuntut orang lain adil kepada kita, tanpa kita sendiri berusaha sekuat tenaga untuk bersikap adil meski kepada orang yang kita benci sekalipun. Adil akan mendekatkan diri kita kepada takwa. Keempat, mengakui dan menghargai perbedaan sebagai fakta sosial.
“Jika empat hal diatas, yaitu, mengembangkan sikap saling menghargai dan menjauhi sikap saling menghinakan. Menghindari sikap saling curiga dan mengembangkan sikap saling percaya. Mengikhtiarkan keadilan, bahkan kepada orang yang kita benci. Dan menerima perbedaan, serta mengembangkan komunikasi. Kita ikhtiarkan untuk dilakukan secara berjemaah, insya Allah kita akan mudah dalam merekatkan kerukunan bangsa Indonesia dan sesama mukmin akan senantiasa diliputi kedamaian,”pungkasnya. (ted)