Ini Cara Mengungkap Tabir Kematian Penyelenggara Pemilu 2019

Ketua KPU DIY Hamdan Kurniawan (kedua dari kiri), dr Slamet Budiarto dari IDI (tengah), Ketua Bawaslu DIY Bagus Bagus Sarwono SPd.Si MPA (kedua dari kanan) dan Dosen FH UII Dr Idul Rishan SH LLM (kanan) saat tampil sebagai narasumber dalam sarasehan Memyibak Tabir Kematian Penyelenggara Pemilu di Kampus FH UII Jalan Tamansiswa Yogyakarta, Senin (20/5/2019). Foto : Philipus Jehamun/Bernasnews.com
Ketua KPU DIY Hamdan Kurniawan (kedua dari kiri), dr Slamet Budiarto dari IDI (tengah), Ketua Bawaslu DIY Bagus Bagus Sarwono SPd.Si MPA (kedua dari kanan) dan Dosen FH UII Dr Idul Rishan SH LLM (kanan) saat tampil sebagai narasumber dalam sarasehan Memyibak Tabir Kematian Penyelenggara Pemilu di Kampus FH UII Jalan Tamansiswa Yogyakarta, Senin (20/5/2019). Foto : Philipus Jehamun/Bernasnews.com

BERNASNEWS.COM – Hingga 3 Mei 2019 tercatat sedikitnya 600 petugas Pemilu 2019 yang meninggal dunia, baik petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), pengawas pemilu (panwaslu) maupun aparat kepolisian. Sementara yang sakit jauh lebih banyak lagi.

Khusus di DIY, tercatat ada 13 petugas pemilu yang meninggal dunia dan 55 orang sakit. “Di DIY, mereka yang meninggal dunia karena bunuh diri, diawali dengan keluhan rasa lelah berlebih, diawali dengan keluhan sesak

di bagian dada, diawali dengan keringat dingin dan pingsan serta diawali dengan keluhan sesak nafas dan mual,” kata Hamdan Kurniawan MA, Ketua KPU DIY, dalam sarasehan Menyingkap Tabir Kematian Penyelenggara Pemilu yang diadakan Fakultas Hukum UII di Kampus FH UII Jalan Tamansiswa Yogyakarta, Senin (20/5/2019) lalu.

Namun, pihak Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengatakan bahwa penyebab pasti sakit maupun kematian ratusan penyelenggara Pemilu 2019 belum diketahui. Sebab, sampai saat ini belum dilakukan audit medik dan otopsi bagi penyelenggara pemilu yang sakit maupun yang meninggal. Dan untuk mengatasi kesimpangsiuran berita/informasi terkait penyebab sakit dan kematian para penyelenggara pemilu tersebut perlu dilakukan audit medik dan otopsi bagi korban. Audit medik dilakukan terhadap penyelenggara pemilu yang masih hidup dan sakit, sementara otopsi dilakukan terhadap mereka yang meninggal dunia.

“Sampai saat ini Ikatan Dokter Indonesia (IDI) belum mendapat permintaan dari pihak manaupun untuk melakukan audit medik maupun otopsi bagi penyelenggara pemilu yang meninggal. Karena itu, agar berita-berita terkait sakit atau meninggalnya penyelenggara pemilu tidak dipelintir, maka perlu dilakukan audit medik seperti diagnosa dengan cek darah dan kencing bagi mereka yang masih hidup atau sakit, sementara otopsi dilakukan terhadap mereka yang meninggal dunia,” kata dr Slamet

Budiarto SH M.Kes dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Pusat dalam sarasehan Menyingkap Tabir Kematian Penyelenggara Pemilu yang diadakan Fakultas Hukum UII di Kampus FH UII Jalan Tamansiswa Yogyakarta, Senin (20/5/2019).

Menurut Slamet Budiarto, kelelahan bukan menjadi penyebab langsung kematian mendadak, namun dapat menjadi salah satu faktor pemicu atau pemberat penyebab kematian. Dan sebagai organisasi profesi, IDI siap membantu semua pihak yang berwenang dan bertanggungjawab untuk melakukan penelitian dan atau investigasi mendalam yang obyektif dan berbasis keilmuan.

Dikatakan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan penyebab kematian para penyelenggara pemilu antara lain kardiovaskuler/jantung, ginjal, diabtes melitus/kencing manis, liver, kecelakaan dan lain-lain. Namun, IDI sendiri belum pernah melakukan audit medik dan otopsi bagi para korban.

Menurut Slamet Budiarto, IDI telah meminta para dokter anggota IDI yang bekerja di rumah sakit tempat bertugas agar membantu sepenuhnya secara optimal, komprehensif dan bertanggungjawab baik dalam merawat yang sakit maupun dalam rangka melakukan penelitian dan atau investigasi tanpa bermaksud mengurangi hak warga negara untuk bersuara. Namun, sebaiknya anggota IDI yang memiliki informasi yang penting terkait kematian dan kesakitan petugas pemilu dan atau invesitasi yang akan disampaikan perlu adanya koordinasi.

“Koordinasi perlu dilakukan agar masyarakat tenang, tidak perlu berspekulasi atau berprasangka yang terlalu jauh yang berpotensi dapat merusak persatuan nasional sebelum hasil penelitian dan atau investigasi disampaikan. Dan dari hasil penelitian dan atau investigasi yang obyektif, sebagai bangsa perlu merumuskan langkah konkrit agar kematian dan kesakitan pascapemilu seperti ini tidak terulang lagi di kemudian hari,” kata dr Slamet Budiarto.

Sebenarnya para petugas Pemilu sudah mengikuti pemeriksaan kesehatan, seperti cek gula darah dan tensi oleh dokter Puskesmas sebelum menjalankan tugas menyelenggarakan Pemilu 17 April 2019. Para petugas pemilu juga sudah mengisi formulir tentang riwayat kesehatan/ kondisi kesehatan.

“Saya sebagai salah satu petugas di TPS sudah dicek kesehatan dengan melakukan tes gula darah dan tensi sebelum bertugas oleh dokter Puskesmas. Bahkan kami juga mengisi form tentang riwayat kesehatan,” kata Tedy Kartyadi, mantan anggota KPPS RW 08 Suryoputran, Kelurahan Panembahan, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta.

Hal ini juga diakui salah satu mantan petugas KPPS lainnya, Nuning Hargingsih. Ia mengaku mengikuti pemeriksaan kesehatan dan mengisi form tentang riwayat kesehatan sebelum melaksanakan tugas menyelenggarakan Pemilu 17 April 2019.

Karena itu, baik Tedy maupun Nuning, mengatakan bahwa untuk mengetahui penyebab sakit atau kematian petugas pemilu tinggal membuka file data/ riwayat kesehatan para petugas yang sudah dicek/dicatat sebelum melakukan tugas.

“Cukup lihat hasil cek kesehatan dan riwayat kesehatan yang dilakukan sebelum pemilu. Dari situ bisa diiketahui penyakit para petugas Pemilu yang sakit maupun meninggal,” kata Tedy Kartyadi yang mengaku telah memasang ring jatung beberapa tahun lalu. (lip)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *